PENDAHULUAN
1. Apa itu Weda?
Kata Weda sering menimbulkan berbagai
perbedaan pandangan, sehingga kita harus membatasi pengertian Weda dan memfokuskannya agar kita dapat merumuskan
makna kata Weda itu secara wajar dan benar.
a. Weda sebagai kitab suci Hindu
Sebagai kitab suci agama hindu artinya
bahwa buku ini diyakini dan dipedomani oleh umat Hindu sebagai satu-satunya
sumber bimbingan dan informasi yang diperlukan dalam kehidupan mereka
sehari-hari ataupun untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan tertentu. Dan karena
sifat isinya dan yang menurunkannya pun adalah Tuhan yang dianggap Maha Suci.
b. Weda sebagai ilmu pengetahuan
Weda adalah pengetahuan yang diturunkan oleh
Tuhan kepada umat manusia sebagai wahyunya. Pengetahuan dibedakan menjadi dua bidang, yaitu :
1. Pengetahuan rokhani
2. Pengetahuan duniawi
c. Weda sebagai wahyu Tuhan Y.M.E
Pengertian
Weda sebagai wahyu Tuhan Y.M.E adalah merupakan pengertian yang amat sangat
penting didalam memahami weda itu sendiri. Sruti dan Smrti kedua-duanya adalah
sama dan yang dimaksudkannya ialah bahwa baik Sruti dan Smrti kedua-duanya
diterima sebagai Weda.
d. Weda adalah Mantra
Sruti
itu terdiri dari 3 bagian, yaitu :
1. Mantra, yaitu untuk menamakan semua Kitab
Suci yang Hindu yang tergolong Catur Weda, yaitu Rgweda, Yajurweda, Samaweda,
dan Atharwaweda.
2. Brahma
atau Karmakanda, yaitu untuk menamakan semua jenis buku yang merupakan
suplemen kitab Mantra, yaitu isinya khusus membahas aspek karma atau yajna.
3. Upanisad, yaitu penamaan semua macam buku
Sruti yang terdiri atas 108 buah kitab Aranyaka dan Upanisad. Isinya khusus
membahas aspek pengetahuan yang bersifat filsafati.
Dengan demikian Weda adalah satu
perwujudan yang amat disucikan dan dihormati oleh umat Hindu. Weda adalah
merupakan sang Hyang Weda yang harus dipedomani untuk mendapatkan kebenaran dan
membimbing manusia menuju pada upaya peningkatan kesejahteraan.
2. BAHASA
DALAM WEDA
Dalam
hal ini adalah bahasa Sanskerta. Karena itu seluruh Weda, baik Sruti maupun
Smrti mempergunakan bahasa Sanskerta. Istilah bahasa Sanskerta adalah istilah
baru yang diperkenalkan oleh Panini. Panini mengemukakan bahwa bahasa Weda
adalah bahasa para dewa-dewa. Bahasa Dewa dikenal dengan sebagai Daiwi Wak.
Daiwi Wak sesungguhnya artinya “sabda dewata”. Dengan demikian walaupun Weda
dilihat dari bahasa yang dipakai adalah
Daiwi Wak sedangkan bahasa yang dipakai dalam sastra, Seperti
Dharmasatra, Itihasa, Purana dan lain-lain dikenal denagn nama bahasa Sanskerta
3. CARA
WEDA DIWAHYUKAN
Salah
satu cara untuk dapat memberi penjelasan dan ulasan tentang turunnya wahyu itu dapat kita ungkapkan dari berbagai
teori dan keterangan tentang turunnya Weda itu. Yang terpenting dalam hal ini
adalah aspek mediator atau perantara. Apabila Tuhan dalam Wujudnya yang
absolute itu tidak mempunyai wujud, maka dikemukakan dalam Weda bahwa melalui
sifatnya, ia menyampaikan wahyunya melalui Brahman yang meneruskannya kepada
para Rsi. Pada kitab suci Weda kita menjumpai banyak nama-nama Maha Rsi. Tidak
semuanya merupakan penerima wahyu. Biasanya, pada saat Weda itu mulai
dikodifikasikannya, nama-nama Rsi sebagai penerima wahyu itu dinyatakan atu
disebutkan dalam keterangnya. Turunnya
wahyu yang bersifat lebih abstrak, misalnya dimulai dari suara-suara gema biasa
yang lebid di ibaratkan sebagai suara pada AUM atau gemanya lonceng. Istilahnya
sering dipergunakan laksana ONGKARA atau Swara Nada. Dari gema itulah akhirnya
sebagai pertanda yang kemudian membentuk semacam pengertian pada seorang Rsi
yang mempunyai kemampuan untuk menerimanya.
4. MAHA
RSI
Nabi-Nabi
di dalam bahasa Sanskerta dikenal dengan nama “Rsi”. Sekedar untuk membedakan
istilah Rsi sebagai gelar yang dipergunakan untuk golongan Brahmana Waisnawa,
maka untuk Rsi pada jaman dahulu sering dipakai istilah “Maha Rsi” untuk tokoh-tokoh
agama Hindu yang tergolong jenis “Nabi”.
Secara
fungsional, Rsi dibedakan dalam tiga kategori, yaitu :
a. Dewa
Rsi,
b. Brahma
Rsi, dan
c. Raja
Rsi.
Di samping pengelompokkan kedalam tiga
kategori, masih dijumpai adanya pengelompoknya jenis-jenis kelompok Rsi, yang
didalam kitab Matsya Purana maupun di dalam brahmanda Purana kemudian dikutip
pula di dalam Puranic Encyclopedia, tentang adanya lima macam Maha Rsi, yaitu :
a. Kelompok
Brahma Rsi,
b. Kelompok
Satya Rsi,
c. Kelompok
Dewa Rsi,
d. Kelompok
Sruta Rsi, dan
e. Kelompok
Raja Rsi.
Selain itu terdapat pula keterangan lain
yang menyebutkan kelompok “Sapta Rsi”. Sapta Rsi adalah tujuh nama-nama Rsi,
yang dianggap sangat menonjol diantara Rsi yang ada tertentu. Sapta Maha Rsi
ini merupakan penggembala utama umat manusia dan sekali gus juga dikenal
sebagai penerima wahyu. Adapun Sapta Rsi dari keluarga Maha Rsi yang paling
banyak disebut, sebut antara lain :
a. Rsi Grtsamada
Maha
Rsi Grtsamada adalah Maha Rsi yang banyak dihubungkannya dengan turunnya
ayat-ayat Weda, terutama Rg. Weda Mandala II. Dari beberapa catatan yang
diperoleh , Grtsamada adalah keturunan Sunahotra dari keluarga Angira. Di dalm
kitab Mahabharata, Grtsamada dinyatakan keturuna salah satu seorang Maha Rsi,
yaitu Sonaka. Sunahhotra sendiri, yang disebutkan di atas, dinyatakan keturunan
dari keluarga Bharadwaja.
b. Rsi Wiswamitra
Maha
Rsi Wiswamitra adalah Maha Rsi yang kedua yang banyk di sebut-sebut namanya dan
dikaitkan dengan seluruh Mandala III. Kitab Mandala III terdiri atas 58 Sukta.
Setelah diadakan penelitian ternyata tidak semua Sukta itu dikaitkan dengan nama Wiswamitra
karena diantara ayat-ayat yang ada menyebutkan nama-nama Rsi lainnya.
Wiswamitra adalah putra Rsi Musika. Wiswamitra bukan seorang Brahamana tetapi
digolongkan Ksatria. Penggolongan status seorang Maha Rsi dengan catur Warna
itu sesungguhnya tidak begitu menentukan karena bukan merupakan prasarat untuk
seorang Maha Rsi.
c. Rsi Wamadewa
Maha
Rsi Wamadewa banyak dihubungkan dengan turunnya mantra-mantra dalam Mandala IV.
Di dalam mitologi, diceritakan bahwa Wamadewa sesungguhnya telah mencapai
kesempurnaan sejak masih berada dalam kandungan ibunya. Bahkan diceritakan
bahwa Wamadewa sempat mengadakan dialog dengan Indra dan Aditi, suatu hal yang
tidak dapat dibayangkan dalam hal pikiran awam.
d. Rsi Atri
Maha Rsi Atri pada umumnya banyak
dikaitkan dengan turunnya mantra-mantra dalam Mandala V. Di dalam Matsya
Purana, nama Atri tidak saja sebagai nama keluarga tetapi juga nama individu.
Dinyatakan bahwa dalam keluarga Atri yang tergolong Brahmana. Dikemukakan bahwa
diantara keluarga Atri yang ada 36 orang tergolong Rsi penerima wahyu.
e. Rsi Bharadwaja
Rsi
Bharadwaja adalah Maha Rsi yang banyak dikaitkan dengan turunnya mantra-mantra
dari Mandala VI. Di dalam mitologi dijelaskan bahwa Bharadwaja adalah putra
Brhaspati. Akan tetapi cerita ini belum dapat diterima dan dipastikan
kebenarannya karena di samping keterangan lain yang mengatakan bahwa Samyu
adalah keturunan Brhaspati sedangkan hubungan antara samyu dengan Bharadwaja
Purana tidak pernah mengemukakan keterangannya.
f. Rsi wasistha
Nama
Wasistha sering digunakan sebagai nama keluarga dan kadang kala sebagai nama
pribadi. Rsi Wasistha banyak dikaitkannya dengan keturunannya mantra-mantra
dalam mandala VII. Salah seorang keturunan Wasistha adalah Sakti yang terkenal
sebagai Maha Rsi penerima Wahyu. Di dalam kitab Mahabharata nama wasistha dipersamakan dengan nama Wiswamitra. Di dalam
kitab Matsya Purana, Wasistha dinyatakan telah mengawini Arundhati, saudara
perempuan Narada. Dari padanya lahir seorang putra bernama Sakti.
g. Rsi Kanwa
Maha
Rsi Kanwa mwrupakan maha rsi penerima wahyu dan banyak dikaitkan dengan Rg.
Weda mandala VIII. Isinya macam-macam Kanwa adalah nama Rsi dan juga nama
keluarga. Mandala VIII dinyatakan kalau tidak oleh Kanwa, maka umumya
mantra-mantra mandala VIII merupakan hasil gabungan keluarga Sakuntala. Rsi
Kanwa sendiri mempunyai putra bernama Praskanwa.
5. Weda
dan Kebangkitannya Kembali
Di
sekitar tahun 1950, penulisan tentang Weda dan berbagai ilmu yang bersumber
dari Weda, tidak lah banyak kita jumpai. Kita masi mewarisi hasil-hasil
peninggalan penulis-penulis Barat berdasarkan teori pemikiran mereka. Tetapi
sekarang, dipenghujung tahun 1980an, jumlah tulisan mengenai penelitian Weda
boleh dikatakan sangat luar biasa perkembangannya. Dengan penulisan baru ini
bersepsi agama Hindu akan jauh berubah dan ini sangat diperlukan terutama dalam
menghadapi kemajuan teknologi canggih.
KODIFIKASI WEDA
DAN
PERKEMBANGANNYA
1. UPAYA
UNTUK KONDIFIKASI PERLU
Upaya untuk melakukan kodifikasi
yang diprakarsai oleh Bhagawan Wyasa patut kita hormati dan kita hargai. Upaya
untuk mengkodifir Mantra-matra itu dalam sistematika seperti yang kita warisi
sekarang ini, bukan merupakan usaha satu orang melainkan merupakan satu kerja
team yang sangat baik. Ini dapat berhasil adalah karena pengaruh Bhagawan Wyasa
baik dan disegani serta dihormati oleh para Rsi lainnya.
2. HUBUNGAN
ANTARA GURU DENGAN PARAMPARA
Mempelajari
Weda dan mewariskan ajarannyan termasuk sabda yang telah diturunkan, kesemuanya
ini merupakan satu proses yang berdiri sendiri dan sangat besar pengaruhnya
dalam memelihara keutuhan Weda baik isi maupun idealismenya. Peranan seorang
Rsi yang juga sekaligus berfungsi sebagai guru sangat menentukan. Di samping
itu peranan seorang siswa yang belajar mantra itu yang belajar dari seorang Rsi
harus dalam kondisi yang harmonis dan sempurna. Mereka akan terikat oleh satu
kode etik yang bersifat sacral melalui system penerimaan dan upacara yang
disebut Diksa. Sistem modeling proses transformasi seperti ini dikenal dengan
nama system guru parampara
3. DASAR
PENGKODIFIKASIAN YANG DITEMPUH
Kalau
kita perhatikan secara seksama mengenai isi dan samhita yang ada sekarang,
tampak adanya metode dan system pengkodifikasiannya telah dilakukan secara
cermat dan terkoodinir dengan baik. Di dalam kitab Brahmanda Purana, kita
mendapatkan keterangan mengenai cara kodifikasi. Teori yang dikemukakan
didalammya sangat masuk akal. Secara umum menurut teori relativitas, dikemukakan
bahwa Weda untuk pertama diturunkan pada zaman Krta-yuga. Kemudian selama masa
Krta-yuga, weda dipelajari dan pada jaman Dwapara, Weda mulai mendapat pehatian
untuk dikodifikasi.
a.
Penghimpunan berdasarkan umur mantra
Berdasarkan
umur mantra-mantra itu dapat dibedakan mana yang paling tua dan mana yang
mantra-matra yang turun kemudian. Walaupun hasilnya masih bersifat teoritis,
namun apa yang dapat kita buktikan adalah cukup masuk akal. Dari keempat Weda,
Rg, Yajur, Sama, dan Atharwa Weda, para ahli berpendapat bahwa Rg. Weda adalah
merupakan Wda yang tertua. Artinya yang pertam-tama diturunkan Rg Weda
merupakan data tertua tentang agama Hindu.
b.
Penghimpunan didasarkan atas pengelompokkan isi dan peruntukkannya.
Berdasarkan perbedaan isi,keterangan yang
pertama-tama kita jumpai dari dalam kitab Manusmrti atau Manawadharmasastra.
Berdasarkan kitab ini, Weda dikelompokkan kedalam dua kelompok besar, yaitu :
kelompok Sruti dan kelompok Smrti
SRUTI
1. PENGERTIAN
SRUTI, SAMHITA, DAN MATRA
Menurut
arti kata “Srti” itu sendiri, kata ini berarti wahyu. Jadi yang dimaksud
denganSrti tidak lain adalah kitab wahyu Tuhan Y.M.E. Srti itu sesungguhnya
tidak lain adalh Weda di sebutkan dalam Manawadharmasastra.
Samhita, artinya himpunan atau kumpulan.
Dalam hal ini satu himpunan wahyu yang telah dirumuskan sedemikian rupa
dilengkapi dengan berbagai macam petunjuk dan penjelasannyamaka terbentuk
sebuah himpunan yang lengkap.
Mantra adalah komposisi aksara atau
huruf-huruf yang diatur sedemikian rupa sehingga mempunyai kekuatan dan mampu
memberi akibat sebagai mana yang diharapkan. Istilah mantra asal mulanya
berasal dari kata manana yang artinya berpikir. Apabila bija mantra itu
dipikirkan dan diungkapkan maka akan terjadi sebuah kalimat panjang yang mungkindapat
terdiri atas beberapa kalimat. Dana dengan demikian chanda itu kemudian
diwujudkan dari mantra. Karena itu tidak berkelebihan kalau dikatakan bahwa
Weda itu lahir dari Mantra.
2. PEMBAGIAN
SRUTI DALAM SAMHITA
Pada garis besarnya seluruh Sruti dapat kita bagi atau kelompok
–kelompokkan ke dalam empat samhita yang dikenal dengan nama Catur Weda
Samhita. Adapun ke empat Catur Weda Samhita itu adalah :
a.
Rg Weda Samhita
b.
Yajur Weda Samhita
c.
Sama Weda Samhita
d.
Atharwa Weda Samhita
SMRTI
1. PENGERTIAN
WEDA SMRTI
Smrti
merupakan kelompok kitab kedua sesudah kelompok Srti (kitab wahyu) dan dianggap
sebagai kitab hukum Hindu karena didalamnya banyak memuat tentang sariat Hindu
yang disebut Dharma. Dharma sama artinya dengan sariat, karena itu tidak
mengherankan kalu kitab Smrti ini dinyatakan dalam beberapa kitab sebagai kitab
Dharmasastra. Dharma berarti hukum dan sastra berarti ilmu.
2. BERBAGAI
MACAM DHARMASASTRA
Ruang
lingkup Dharmasastra mencakup aspek kehidupan duniawi yang amt sangat luas dan
diharapkan untuk dapat dipedomani dalam pengamalan Weda secara benar. Pengaruh
tulisan yang dilakukan oleh Bhagawan Bhrigu penagruhnya tersebar meluas tidak
saja di Hindia tetapi sampai ke Burma, Campa, Kamboja, Thailand dan Indonesia.
Manu sebagai tokoh Maha Rsi atau sebagai Brahma Rsi yang menurunkan
Dharmasastra sebagai pegangan umat Hindu ditujukan untuk dapat dipakai oleh
umat manusia pada umumnya. Istilah Manawadharmasastra didalam berbagai sastra
dikenal dengan nama Manupeda yang artinya ajaran Bhatara Manu. Adapun kitab
Manu itu terdiri atas 10 Bab dan memuat hampir seluruh pedoman hidup manusia
baik sebagai individu, isinya mencakup bidang yang amat luas. Kitab kedua yang
penting kedudukannya sesudah Manu adalah gubahan Yajnawakya.
3. KEDUDUKAN
SMRTI SEBAGAI HUKUM HINDU
Smrti
dan Sruti dinyatakan sebagai sumber Dharma, apabila kedua-duanya harus diterima
sebagai sumber dharma maka ini berarti Sruti dan Smrti adalah merupakan sumber
hukum Hindu. Dengan demikian maka kedudukan Smrti sebagai sumber hukum Hindu
sama kuatnya dengan Sruti yang mengilhami dan yang mengarahkan tingkah laku
manusia. Smrti sebagai hukum Hindu berarti Smrti dinyatakan sebagai
Dharmasastra. Kata Dharma merupakan penyelarasan pengertian dalam kosep Rta
yang merupakan konsep hukun dasar dalam weda untuk lingkungan kuasa waktu dan
tempat yang berbeda.
Satu
hal yang perlu disinggung tentang dharmasastra sebagai sumber hukum adalah
karena adanya anggapan yang secara tradisional telah diakui bahwa dari sekian
banyak kitab Dharmasastra, tidak semua kitab Dharmasastra itu dapat
diperlakukan sama atau segala jaman. Penyaringan atau penghalusan masih
dimungkinkan dan mungkin perlu dijabarkan karena menurut hukum itu sifat
relativitas brdasarkan kondisi waktu dan tempat masyarakat yang berkembang akan
berlaku pula azas relativitas itu.
WEDANGGA
1. PENGERTIAN
WEDANGGA
Kata
angga berarti “badan” atau “batang tubuh”. Jadi untuk mempelajari Weda itu
harus dirumuskan sedemikian rupa, ibarat mempelajari tubuh manusia. Didalam
mempelajari Weda, kitapun memerlukan sikap prilaku yang sama. Kita tidak cukup
menghafalkan kata-kata yang jutaan banyaknya. Kita perlu mengetahui dari aspek
akar kata , gaya bahasanya, persamaan kata-kata. Kitab Wedangga sangat penting
dan diperlakukan karena kitab ini secara tidak langsung berperan sebagai
rambu-rambu lalu lintas. Sebagai pelita dan sebagai tongkat penuntun dalam
menterjemahkan Weda itu.
2. KEDUDUKAN
WEDANGGA DALAM WEDA
Wedangga
ibarat kepala, ibarat jiwa dan seluruh anggota tubuh yang membentuk tubuh yang
membentuk wujud lahiriah tata laku manusia menurut Weda. Dengan Wedangga itu
maka kita dapat memahami dan mengerti dan usaha untuk memahaminya pun tidak
akan tersia-sia.
3. BERBAGAI
MACAM WEDANGGA
Wedangga
dapat dikelompokkan kedalam enam kelompok yang disebut Sad Wedangga. Adapun ke
enam kelompok Angga itu masing-masing adalah :
a. Siksa : Siksa adalah ilmu phonetika, yaitu
ilmu tentang cara membaca
b. Wyakarana : ilmu tata bahasa adalah
merupakan bagian yang kedua pentingnya dalam Weda
c. Chanda : lagu atau hymne
d. Nirukta : buku khusus yang memuat keterangan
tentang berbagai penafsiran otentik kata-kata yang terdapat didalam Weda
e. Jyotisa :
ilmu perbintangan
f. Kalpa :
upacara agama
GARIS
– GARIS BESAR ISI WEDA
Dalam kitab Bhagawadgita jenis isi weda
dengan mempergunakan dasar – dasar pemikiran, pembagian menurut sistematikanya
ini, pada umumnya terdapat lima jenis isi Weda, yaitu :
1.
Yang mengandung ajaran Bhaktiyoga
Kata Bhakti dalam Bhakti yoga berarti
penghormatan yang dilakukan dengan penuh kesujudan, taat, patuh dan iman kepada
Tuhan Y.M.E sebagai Pencipta dan Penguasa. Dalam ajaran Bhakti bentuk sikapdan
perasaan ini tercermin dalm berbagai sikap.
2.
Yang mengandung ajaran Jnanayoga
Jnana artinya pengetahuan, atau ilmu.
Dengan demikian Jnanayoga artinya kita mengabdiakan hidup dan diri kita melalui
pengamalan ilmu . Dengan pengamalan ilmu kita telah mengenal berbagai macam
sifat ilmu dan untuk itu supaya diperhatikan keterangan yang telah diberikan,
baik mengenai pengertian Wijnana dan Jnana.
3.
Yang mengandung Ajaran Rajayoga
Istilah Raja yoga adalah merupakan
singkatan untuk istilah Rajaguhyayoga, yaitu jalan pengungkapan Rahasia yang
paling utama (Raja). Adapun inti ajaran Rajayoga adalah untuk mengetahui inti
hakekat Tuhan Y. M. E. Istilah Rajayoga inilah yang asal mulanya diterjemahkan
kedalam arti ilmu mistik dank arena itu kata mistik tidak termasuk arti jelek
karena bertujuan untuk mengetahui dan mengenal Tuhan. Semua bentuk dari yoga
berakar dari Rajayoga dan bertujuan untuk membimbing manusia dari kegelapan
menuju penerangan sempurna, dari alam fana menuju alam yang kekal abadi.
4.
Yang mengandung ajaran Wibhutiyoga
Makna utama dalam ajaran Wibhuti – yoga
berdasarkan Bhagawangita adalah sebagai jawaban atau yang memberi jawaban atas
pertanyaan yang mempersoalkan sifat – sifat Tuhan itu. Kata Wibhuti itu sendiri
berarti kebesaran dan kemuliaan Tuhan Y. M. E.
5.
Yang mengandung ajaran Karmayoga
Karmayoga berdasarkan ajarannya pada
masalah – masalah keduniaan. Kalau Jnanayoga, bhaktiyoga, Rajayoga, dan Wibhuti
yoga berdasarkan ajarannya pada hal – hal kejiwaan dan kerokhanian, maka
karmayoga ini hampir semuanya merupakan dasar ilmu – ilmu keduniaan.
UPAWEDA
1.
PENGERTIAN
UPAWEDA
Istilah
Upaweda diartikan sebagai Weda yang lebih kecil dan merupakan kelompok yang
kedua dari Wedangga. Upa berarti dekat atau sekitar dan Weda artinya
pengetahuan. Dengan demikian upaweda berarti sekitar hal-hal yang bersumber
dari Weda. Tujuan penulisan upaweda karena adanya menyangkut aspek pengkhususan
untuk bidang tertentu. Jadi sama dengan Wedangga namun pembahasannya lebih
mengkhusus, upaweda menjelaskan aspek pengetahuan atau hal-hal yang terdapat di
dalam Weda dan memfokuskan pada bidang itu saja sehingga dengan demikian kita
memiliki pengetahuan dan pengarahan mengenai pengrtahuan dan peruntukan ilmu
pengetahuan yang dimaksud.
Berdasarkan tradisi, Upaweda terbagi atas
4 bidang ilmu antara lain:
a. Ilmu obat-obatan atau Ayurweda
b. Ilmu musik atau Gandharwaweda
c. Ilmu kemiliteran atau penahan yang disebut Dhanurweda
d. Ilmu politik atau ilmu pemerintahan atau
tentang dunia yang juga disebut Arthasastra.
2. KEDUDUKAN
UPAWEDA DALAM WEDA
Sesuai
dengan arti dan tujuannya serta apa yang menjadi bahan kajian dalam Upaweda
itu, maka Upaweda pada dasarnya dinyatakan mempunyai hubungan yang erat pada
Weda. Jika kita pelajari lebih mendalam apa yang dibahas dalam purana dan
Wedangga maupun dalam Itihasa, banyak dibahas ulang di dalam kitab
Upawedadengan penajaman-penajaman untuk bidang-bidang tertentu. Untuk meningkatkan
pengertian dan pendalaman tentang ajaran yang ada di dalam Weda, maka Kitab
Upaweda ini menjelaskan lebih khusus.
3. PEMBAGIAN
JENIS UPAWEDA
Terdapat
empat bidang dalam kitab Upaweda antara lain:
a. Ayurweda
Istilah Ayurweda berarti ilmu yang menyangkut
bagaimana seseorang itu dapat mencapai panjang umur. Ayu artinya baik dalam
arti panjang umur. Dirga ayu yaitu panjang umur. Oleh karena itu isi buku yang
tergolong Ayurweda akan menerangkan kepada kita mempergunakan ilmu itu agar
kita dapat mencapai umur panjang. Pada umumnya kitab Ayurweda erta kaitannya
dengan kitab Dharmasastra dan Purana, terutama Agni Purana. Pengetahuan yang
dibahas tenteng cara menjaga kesehatan, ilmu pengobatan, macam penyakit.
Ayurweda
berisi tentang ilmu pengetahuan kesehatan jiwa dan jasmani, pengetahuan tentang
biologi, anatomi dan berbagai macam jenis tumbuh-tumbhan yang dapat bermanfaat
sebagai obat. Menurut materi kajian yang dibahas di dalam berbagai macam jenis
Ayurweda, terbagai atas 8 bidang yaitu:
a) Salya yaitu ilmu tentang bedah dan cara-cara
penyembuhannya.
b) Salakya yaitu ilmu tentang berbagai macam
penyakit pada waktu itu.
c) Kayacikitsa
yaitu ilmu tentan jenis dan macam obat.
d) Bhutawidya yaitu ilmu tentang ilmu psiko
terapi.
e) Kaumarabhrtya yaitu ilmu tentang
pemeliharaan dan pengobatan penyakit
f) anak-anak serta cara perawatannya.
g) Agadatantra yaitu ilmu tentang pengobatan.
h) Rasayamatantra yaitu ilmu tentang
pengetahuan kemujijatan dan cara
i) pengobatan non medis.
j) Wajikaranatantra yaitu ilmu tentang
pengetahuan jiwa remaja dan permasalahannya.
Asal mula Ayurweda dirintis oleh Atreya
Punarwasu sekitar abad ke VI SM. Beliau menghimpun ajaran Caraka dalam bentuk
buku yang nama Carakasamhita. Ada 8 kelompok dalam buku ini yaitu:
1.
Sutrasthana yaitu ilmu pengobatan
2.
Nidanasthana yaitu ilmu yang menbicarakan macam jenis penyakit yang paling
pokok.
3.
Wimanasthana yaitu ilmu yang mempelajari tentang pathologi, tentang ilmu
pengobatan dan kewajiaban seorang doter.
4.
Indriyasthana yaitu ilmu yang mempelajari tentang cara diangnosa dan prognosa.
5.
Sarirasthana yaitu bidang ilmu yang mempelajari tentang anatomi dan embriologi.
6.
Cikitsasthana yaitu bidang ilmu yang khuisus mempelajari ilmu terapi.
7.
Kalpasthana dan siddhi.
b. Dhanurweda
Sering diterjemhkan sebagai iklmu kemiliteran atau ilmu
penahan. Dhanurweda ini diajarkan kepada calon pemimpin. Dalan Agni Purana
dikemukakan bahwa seorang yang akan menjadi pemimpin harus mempelajari ilmu
seperti : dharmasastra, arthasastra, kamasastra, dhanurweda, catur widya
(Anwiksaki, Trayi, wartta, Dandaniti) dan
itihasa. Dhanurweda memuat keterangan tentang training, mengenai acara
penerimaan senjata, latihan penggunaan senjata. Tokoh penulis Wiswamitra dan Wiracintamani
yang terdapat di kitab Shanurweda.
c. Gandharwaweda
Gandharwaweda
ada hubunganya dengan Sama Weda. Dan dalam kitab purana terdapat Gandharwaweda.
Gandharwaweda mengajarkan tentang tari dan seni suara atau musik. Nama-nama
buku yang tergolong Gandharwaweda dengan nama lain yaitu Natyasastra, diman
Natya artinya tari-tarian, dijelaskan bahwa ilmu yang mengajarkan tentang seni
tari dan musik.
d. Arthasastra
Arthasastra
adalah ilmu tentang politik atau ilmu tentang pemerintihan dasar-dasar ajaran
Arthasastra terdapat pada kitab sastra dan Weda. Di dalam Rgweda dan Yajurweda
terdapat ajaran Artasastra. Dan dijumpai pada Purana dan itihasa. Dalam kitab
Mahabhrata dan Ramayana. Relevansi isi Arthasastra yang masih relevan dengan
alam pikiran politik modern di Barat, terdapat dalam kitab Srthasastra itu.
Untuk mendalami ilmu Politik Hindu dianjurkan disamping membaca Itihasa dan
Purana, supaya membaca Dharmasatra dan Arthasastra karya Canakya itu.
Banyak
istilah yang terdapat dalam sastra Weda tidak hanya dikenal dengan istilah Arthasasrta, namun dikenal juga dengan
istilah Rajadharma, Dandaniti, Rajaniti, Nitisastra. Dari berbagai penulisan
itu dapat disimpilkkan tentang adanya empat aliran pokok dibidang Arthasastra.
Perbedaan itu tampak darisistem penerapan ilmu politik berdasarkan bidang ilmu
yang diterima sebagai sistem untuk mencapai tujuan hidup manusia ( Purusartha).
Tujuan yang diterima oleh semua pemikiran adalah Catur widya yang meliputi
empat ilmu yaitu: Anwiksaki, Weda trayi, Wartta dan Dandaniti.
ITIHASA
1. PENGERTIAN
ITIHASA
Di dalam kitab Mahabharata bagian
Adiparwa (62-22), terdapat tulisan yang berbunyi, jayo nametihaso’yamsrotawyo
wujigisuna. Dari ungkapan itu menunjukkan bahwa jaya itu yang kemudian
dinamakan Itihasa. Jaya adalah nama episode karangan Bhagawan Wyasa yang
menceriterakan sejarahnya Pandawa dengan Kurawa. Episode itulah yang dinamakan
Jaya dan kemudian oleh penulisnya sendiri menamakannya dengan Itihasa.
Itihasa adalah nama sejenis karya sastra
sejarah agama Hindu. Itihasa adalah sebuah Epos yang menceriterakan sejarah
perkembangan raja-rajandan kerajaan Hindu di masa silam. Ceriteranya penuh
fantasi, roman, kewiraan dan disana-sini dibumbui dengan mitologisehimhga
member sifat kekhasan sebagai sastra spiritual. Di dalamnya terdapat berbagai
dialog tentang sosial politik, tentang filsafat atau ideologi dan teori
kepemimpinan yang diikuti sebagai pola oleh raja-raja Hindu. Kata Itihasa
terdiri atas tiga kata yaitu, iti-ha-sa, yang artinya sesungguhnya kejadian itu
begitulah nyatanya.
2. JENIS-JENIS
KITAB ITIHASA.
Menurut sifatnya, maka seluruh itihasa
dapat kita kelompokkan ke dalam tiga macam, yaitu :
a. Ramayana
b. Mahabharata
c. Purana
Secara tradisional, jenis yang tergolong
Itihasa hanya dua macam saja, yaitu:
3. RAMAYANA
Ramayana adalah sebuah epos yang
menceriterakan riwayat perjalanan Bhatara Rama atau yang sering kita kenal
dengan gelar Ramadewa. Rama sebagai tokoh utama dalam epos itu adalah
penjelmaan Dewa Wisnu yang dalam kitab purana merupakan sebagai salah satu dari
Wisnu Awatara atau inkarnasi Dewa wisnu dalam rangka untuk menegakkan Dharma.
Kitab Ramayana ini merupakan hasil karya
terbesar dari Maha Rsi Walmiki. Menurut hasil penelitian yang teleh dilakukan
mencatat bahwa Ramayana tersusun atas 24000 stanza yang di bagi-bagi atas tujuh
bagian yang di sebut Kanda. Sairnya oleh penulisnya sendiri kadang kala
dinamakan sair, kadang kala Akhyana, Gita atau Samhita, sebagai mana dapat kita
baca dari Bhalakanda, Yudhakanda, dan terakhir dalam Ayodhyakanda.
Adapun ketujuh kanda yang di maksud di
atas, yaitu :
a. Balakanda
b. Ayodhyakanda
c. Aranyakanda
d. Kiskindhakanda
e. Sundarakanda
f. Yuddhakanda
g. Uttarakanda
Tiap kanda merupakan satu plot ceritera
yang sesuai menurut nama kanda masing-masing. Balakanda menceriterakan masa
anak-anak. Ayodhya menggambarkan
kehidupan kerajaan di Ayodhya. Aranyakanda menceriterakan kisah kehidupan di
hutan demikian seterusnya sampai pada Uttarakanda, yaitu penuturan kembali
Riwayat Rama oleh putera kembar beliau, Kusa dan Lawa.
Keahlian Walmiki adalah kemampuannya
memahami perasaan manusia secara mendalam walaupun dalam penggambarannya beliau
lebih banyak menggunakan ragam bahasa yang disebut Lengkara. Di Indonesia
misalnya gubahan yang kita jumpai adalah Kakawin Ramayana, ditulis dalam bahasa
Jawa Kuno. Gubahan lainnya yang kita jumpai pula, antara lain:
Ramayanatatwapadika ditulis oleh Maheswaratirthha, amrtakataka digubah oleh Sri
Rama. Dipika ditulis oleh Waidhyanathadiksita. Walmikihrdaya ditulis oleh
Ahobala. Rama Charita Manas ditulis oleh Tulsidas dan Kamba Ramayana ditulis
oleh Kamban.
4. MAHABHARATA
Mahabarata adalah sebuah itihasa karya
Bhagawan Wyasa (Abiyasa). Nama Itihasa ini sebagai nama hasil karya Wyasa ini
dinyatakannya sendiri di dalam tulisan beliau sendiri yang beliau namakan Jaya.
Jaya adalah nama pertama yang diberikan atas karyanya yang menceritakan sejarah
keluarga Pandawa dan Kaurawa yang merupakan keluarga Bharata. Kitab ini
merupakan kitab terbesar yang pernah dimiliki oleh Hindu baik isi maupun
ukurannya.
Menurut Prof Dr. Pargiter, Mahabharata
usianya lebih muda dibandingkan dengan Ramayana. Menurut beliau diperkirakan
apa yang dinamakan Bharatayudha diperkirakan pernah terjadi sekitar tahun 950
SM. Tetapi menurut tradisi di India menyatakan bahwa Mahabharata itu terjadi pada
permulaan jaman Kaliyuga dan permulaan itu diperkirakan dimulai pada tahun 3101
SM.
Pada garis besarnya kitab Mahabharata
isinya adalah menceritakan sejarah pertentangan keluarga Bharata, yaitu Pandawa
dan Kaurawa yang sama-sama Bangsa Arya. Dalam penggubahan Mahabharata, Bhagawan
Wyasa juga memasukkan dalam gubahan itu cerita Hariwangsa. Keseluruhan kitab
Mahabharata terbagi atas 18 parwa, yaitu: diparwa, Sabhaparwa, Wanaparwa,
salyaparwa, Sawuktikaparwa, Santiparwa, Anusasanaparwa, Aswamedhikaparwa, Asramawasikaparwa,
Mausalaparwa, Mahaprasthanikaparwa dan Suargarohanaparwa. Adapun Bhagawan
Wyasa, penggubah terkenal Mahabharata itu dikenal pula dengan nama lainnya,
yaitu: Krsnadwipayana. Inti isi cerita dalam Mahabharata tidak hanya
menceritakan keluarga Bharata tetapi yang lebih penting adalah menyebar luaskan
yang terdapat di dalam Weda. Dalam penyebar luasan isi Mahabharata, kita
menjumpai banyak tulisan baik yang berdifat kritik maupun yang merupakan
penggubahan baru.
PURANA
1.
Pengertian
Purana
Kata
Purana berarti tua atau kuno. Ini dimaksudkan sebagai nama jenis buku yang
berisikan cerita dan keterangan mengenai tradisi-tradisi yang berlaku pada
jaman dahulu kala. Berdasarkan bentuk dan sifat isinya, purana adalah sebuah
Itihasa karena di dalam nya memuat catatan-catatan tentang berbagai kejadian
yang bersifat sejarah. Dilihat dari kedudukannya, Purana adalah jenis kitab
Upaweda yang berdiri sendiri, sejajar pula dengan Itihasa. Untuk mengetahui isi
Weda dengan baik, kita harus pula mengenal Itihasa, Purana dan Akhyana.
Banyaknya penjelasan yang memuat tentang kebiasaan para Rsi atau nabi, alam
pikiran atau ajaran serta kebiasaan yang dijalankan, maka Purana adalah semacam
kitab Sunnahnya dalam agama Hindu atau sebagai dasar untuk memahami Sila dan Acara.
Sebagai
kitab yang memiliki sifat Itihasa, Purana memuat banyak cerita mengenai
silsilah raja-raja, sejarah perkembangan kerajaan hindu dan berbagai dinasti
pada masa itu.
2.
Pokok-pokok
isi Purana
Hamper
semua Purana memuat cerita-cerita yang secara tradisional dapat kita
kelompokkan ke dalam lima hal, yaitu:
a.
Tentang Kosmogoni atau mengenai
penciptaan alam semesta.
b.
Tentang hari kiamat atau Pralaya.
c.
Tentang sisilah raja-raja atau dinasti
hindu yang terkenal.
d.
Tentang masa manu atau Manwantara.
e.
Tentang sejarah perkembangan dinasti
Surya atau Suryawangsa.
Kelima
hal ini dirumudkan dalam kitab Wisnu Purana III.6.24, yang mengatakan sebagai
berikut:
“
Sargasca pratisargasca wamso manwantarani ca, sarweswetesu kathyante
wamsanucaritam ca yat ”.
Sarga
dan dan pratisarga yaitu masa penciptaan dan pralaya atau masa kiamatnya dunia.
Wamsa, yaitu tentang suku bangsa atau silsilah raja-raja yang penting dalam
pengamatan sejarah. Wanmantra, yaitu jangka masa Manu, dari satu masa Manu ke
masa Manu berikutnya, masa yang dikenal dengan Manwantara atau dari satu siklus
manu je siklus Manu berikutnya. Bait kedua, yaitu mencakup segala cerita yang
relevan pada dinasti itu dan yang terkhir mulai dari riwayat timbulnya Surya
Wangsa dan Chandra Wangsa.
Selain
kitab Wisnu Purana, banyak lagi kitab-kitab Purana lainnya yang isinya tidak
hanya terbatas kepada kelima hal tersebut, melainkan member keterangan berbagai
hal termasuk berbagai macam upacara yajna dengan penggunaan mantranya, ilmu
penyakit, pahala melakukan dana punia, pahala melakukan Tirthayatra, berbagai
macam jenis upacara keagamaan, perarturan tentang cara memilih dan membangun
tempat ibadah, cara tentang meresmikan Candi, sejarah para dewa-dewa, berbagai
jenis batuan mulya dan masih banyak lagi
Secara ilmiah kitab Purana bertujuan
untuk member keterangan secara metodelogis yang amat penting dalam member
keterangan tentang ajaran Ketuhanan itu sendiri.
Menurut
catatan pada mulanya kita memiliki kurang lebih 18 kitab Purana, yaitu:
1.
Brahmanda Purana
2.
Brahmawaiwarta Purana
3.
Markandeya Purana
4.
Bhawisya Purana
5.
Wamana Purana
6.
Brahama Purana atau Adhi Purana
7.
Wisnu Purana
8.
Narada Purana
9.
Bhagawata Purana
10. Garuda
Purana
11. Padma
Purana
12. Waraha
Purana
13. Matsya
Purana
14. Kurma
Purana
15. Lingga
Purana
16. Siwa
Purana
17. Skanda
Purana
18. Agni
Purana
Di
Bali kita juga menemukan sejenis Purana yang dinamakan dengan nama kitab purana
pula, yaitu Raja Purana. Mengenai silsilah raja-raja yang pernah memerintah di
Bali dan hubungannya dengan Jawa.
3.
Pembagian
Jenis purana
Kitab
Purana dapat kita kelompokkan ke dalam tiga kelompok, berdasarkan pada isinya,
yaitu:
1. Kelompok
Satwika, ialah kelompok Purana yang mengutamakan Wisnu sebagai Dewatanya.
Diwakili oleh enam buku Purana, yaitu: Wisnu Purana, Narada purana, Bhagawata
purana, Garuda Purana, Padma Purana dan Waraha purana.
2. Kelompok
rajasika (Rajasa) Puarana, ialah kelompok kedua yang kita kenal. Dalam kelompok
ini, Dewa Brahma merupakan Dewatanya yang paling utama. Terdiri dari enam
Purana juga, yaitu: brahmanda Purana, Brahmawaiwasta Purana, Markandeya Purana,
Bhawisya Purana, Wamana Purana dan Brahma Purana.
3. Kelompok
tamasika (Tamasa) Purana, ialah kelompok yang ketiga dan terdiri dari enam
kitab Purana juga, yaitu: Matsya Purana, kurma Purana, lingga Purana, Siwa
purana, Skanda Purana dan Agni Purana.
Agni Purana terdiri
dari tiga pokok, yaitu:
a.
Sesuai dengan materinya disebut
Sawarahasyakanda
b.
Waisnawa purana dan sebagai pelengkap
pada Waisnawa Pancaratra, membahas mengenai Wedanta dan Gita.
c.
Aspek Saiwagma dan memuat beberapa
ajaran mengenai ritualia menurut tantrayana.
Berdasarkan
penelitian diketahui bahwa agni Purana merupakan hasil karya Bhagawan Wasistha.
4.
Kitab
Upa Purana
Disamping ke 18 pokok Purana itu, kita
mencatat adanya jenis-jenis kitab Purana yang lebih kecil dan suplementer
sifatnya. Kelompok itu dikenal dengan Upa Purana. Umumnya kitab ini ditulis
oleh bhagawan Wyasa, isinya sangat singkat dan pendek. Dengan adanya beberapa
penemuan tentang awig-awig yang berlaku di besakih, baik dalam bentuk prasasti
maupun dalam lontar.
Sebagian telah dikemukakan, bahwa purana
banyak member informasi yang bermanfaat kepada kita terutama dalam bidang
pelaksaan ajaran keagamaan atau Acara. Adapun nama-nama yang tercatat sebagai
Upa Purana, a.l. Sanatkumara, narasimha, Brhannaradiya, Siswarahasiya, Durwasa,
kapila, Wamana, Bhargawa, Waruna, Kalika, Samba, nandi, Surya, Parasasra,
Wasistha, Dewi-bhagawata, ganesa dan hamsa.
Agni Purana menyebutkan berbagai penulis
hukum Hindu, seperti Manu, Wisnu, Yajnawalkya, Wasistha, Harita, Atri, Yama,
Angira, Daksa, Smwarta, Satatapa, Parasasra, Apastambha, Usanasa,Wyasa,
katyayana, Brhaspati Gautama, Sankha dan Likhita.
AGAMA
Disamping
kitab weda, agama Hindu berpegang pula pada kitab agama. Di salam jaman
Kaliyuga ini, dinyatakan bahwa pegangan yang paling penting adalah kitab Agama
ini karena manusia kemampuannya untuk dapat menghubungkan diri kepada tuhan
Y.M.E jauh lebih berkurang dibandingkan dengan jaman Kertayuga.
Berdasarkan kitab Agama itu sistim
pemujaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dibedakan bentuknya ke dalam empat cara, yaitu
:
a. Sistim
Jnana.
b. Sistim
Yoga Samadhi.
c. Sistim
Kriya atau ritual secara esoterisma.
d. Sistem
Charya atau pemujaan dalam bentuk sistem exoterisma.
Berdasarkan
madzab-madzab yang ada dalam agama Hindu, yaitu madzab-madzab yang paling umum,
maka kitab Agama itupun akhirnya dapat kita kelompokkan menjada tiga bagian
kelompok, yaitu :
a. Kelompok
kitab Agama untuk Waisnawa (Hindu Kawisnon).
b. Kelompok
kitab Agama untuk Siwaisme (hindu Wiswa atau Sogantha).
c. Kelompok
kitab Agama untuk Saktisme (Hindu Sakta).
Untuk
mengenal lebih jauh mengenai kitab Agama ini, berikut dapat dijadikan pegangan.
a. Kelompok kitab Agama untuk
Waisnawa.
Penelitian
yang lebih mendalam memberi petunjuk kepaada kita bahwa kelompok jenis Agama
ini memiliki empat macam himpunan kitab Agama, yaitu :
1. Pancharatra
2. Pratisthasara
3. Waikhanasa.
4. Wijnanalalita.
b. Kelompok kitab Agama untuk
Siwaisme
Madsab
Siwa merupakan madsab terpenting dan yang paling banyak pengaruhnya di
Indonesia. Agama adalah dasar bagi semua perkembangan Siwaisme dimana saja.
Didalam madsab Siwa ini, pegangan utama bukan hanya kitab Agama tetapi juga
kitab-kitab Weda Sruti dan Dharmasastra. Agak berbeda sedikit dengan madzad
Waisnawa.
c. Kelompok kitab Agama untuk
Sakta.
Agama
Sakta pada dasarnya merupakan bagian dari Siwaisme. Bentuk Agama ini dikenal
lebih khusus dengan nama Tantra. Didalam berbagai kitab Agama Sakta, dialog
antara Siwa dan Parwati sangat menonjol. Karena itu Agama Sakta pada hakekatnya
tidak dapat dipisahkan dari Agama Siswa.
BEBERAPA
ATURAN DALAM
MEMPELAJARI
WEDA
Mempelajari
weda mwncangkup kegiatan yang sangat luas. Karena sangat luas maka yang dibahas
hanya dua bidang saja, yaitu:
a. Cara
belajar atau mengajar membaca Weda
b. Ketentuan-ketentuan
umum yang harus diperhatikan selama belajar Weda.
1. Cara belajar atau mengajar
membaca Weda
Mengajar
dan belajar membaca Weda tidaklah sama dengan membaca biasa. Pada garis
besarnya huruf itu kita bagi dua, dan tiap-tiap bagain lebih lanjut
dikelompokkan menurut kelompok daerah artikulasinya pada waktu pengucapan.
Kedua kelompok jenis huruf itu adalah :
a. Kelompok huruf Swara (huruf
hidup) terdiri atas :
a,
a, i, i, u, u, e, ai, o, au, r, rr, lr, llrr.
b. Kelompok huruf Wyanjana (huruf
mati) terdiri atas :
k,
kh, g, gh, ng (n).
c,
ch, j, jh, n.
t,
th, d, dh, n.
t,
th, d, dh, n.
p,
ph, b, dh, m.
s,
s (sn), s (c), h.
ks
(ksh), tra, jn.
Masalah
yang dihadapi bukan sekedar mengenal huruf melainkan bagaimana mengeja atau
mengucapkannya secara jelas dan benar karena perbedaan ucapan dapat memberi
arti lain. Seorang guru atau nabe akan dianggap berdosa atau bersalah bila
mengajarkannya salah.
2. Ketentuan-ketentuan umum yang
harus diperhatikan selama belajar Weda.
Berdasarkan
bebrapa ketentuan di dalam kitab Smrti, terdapat keterangan, seseorang yang
ingin mempelajari Mantra atau Weda, terlebih dahulu harus melalui upacara
sakramen, umumnya disebut upananyana.
Setelah
selesai acara itu, barulah guru dapat memulai mengajarkannya dan memulai dengan
memberi keterangan tentang makna Ongkara dan arti dari masing-masing mantra.
Selanjutnya apabila pengucapan mantr-mantra itu telah selesai agar supaya
ditutup pula dengan Omkara. Untuk mengucapkan mantra, diharapkan seluruh jasad
lahir dan bathin kita hendaknya benar-benar suci.
Orang
yang telah menguasai Weda mantra adalah orang yang dituangkan. Walaupun umurnya
masih muda. Seseorang yang belajar Weda harus membiasakan diri untuk tapa brata
yang diikuti dengan moral dan mental yang bagus, baik dan mulia. Pada waktu musim
hujan, sebaiknya pembacaan Weda ditangguhkan atau jangan dilakukan.
PENYEBARAN
AJARAN WEDA
Penyebaran ajaran Weda
didasarkan ketentuan Rg Weda X. 71.3. Menurut Rg. Weda X 71. (4) menyebutkan
adanya empat macam orang yang akan menyebarkan ajaran Weda. Keempat tipe itu
merupakan sistem penyebaran ajaran yaitu :
a. Ahli
kawisastra akan menyebarkan ajaran Weda melalui profesi mereka, misalnya dengan
menyusun tulisan-tulisan kawi atau puisi dan melagukannya sehingga setiap orang
dapat turut mendengar, menikmati keindahan isi serta bentuk sastra.
b. Seniman
akan menyebarkan ajaran Weda melalui
profesi mereka.
c. Ahli-ahli yang akan membalas, mengubah, mengembangkan
dan sebagainya, sehingga isinya dapat dimengerti, dirasakan dan dihayati
sepenuhnya.
d. Pendeta-pendeta
pemimpin upacara yadnya yang akan merumuskan, membudanyakan dan mengembangkan
melalui cara doa-doa, improvisasi, penghayatan secara mistik sehingga
keseluruhan ajarannya dapat dinikmati secara hanyati oleh seluruh lapisan
masyarakat. Ajaran inipun diketengahkan didalam Yajur Weda XII. 1.1.
Disamping
itu Hindu juga mempunyai cara yang populer dengan mengintrodusir ajaran Rsi
yajna atau Brahma yajna. Melalui sistim TRI RNA (Tiga Macam Hutang), yaitu Dewa
Rna, Rsi Rna dan Pitri Rna, maka ajaran Rsi Rna inilah dikembangkan ajaran Rsi
Yajna yang menurut Manawadharmasastra, yajna itu dapat dilakukan dengan :
1. Menghormati
Pandita Brahman dengan ajaran daksinanya.
2. Mewajibkan
membaca atau mempelajari Weda baik melalui guru maupun dengan cara belajar sendiri.
3. Memperingati
hari turunnya Weda, misalnya menyelenggarakan hari “Saraswati” sebagai hari
turunnya Weda.
Untuk
dapat menghanyati beberapa pahalanya didalam mempelajari Weda itu, Maha Rsi
Manu didalam Manawadharmasastranya, menyatakan hal-hal sebagai berikut :
a. M.
Dhs. II. 14.
Srutidwaidam tu yatrasyat tatra
dharmawubhau smrtau, ubhawapi hi tau dharmau samyag uktau manisibhih.
Artinya
:
Pengetahuan
smrti diwajibkan bagi mereka yang berusaha memperoleh pahala materiil dan
kebahagiaan duniawi sedangkan mereka yang ingin memperoleh pahala rokhani itu,
Sruti adalah mutlak.
b. M.
Dhs. II. 26.
Waidikaih
karmabhih punyai nisekadir dwijan manam, karyah sarirasamskarah pawanah pretya
ceha ca.
Artinya
:
Dengan
melaksanakan upacara-upacara keagamaan yang diwajibkan oleh Weda, upacara
praennatal dan samskara serta upacara-upacara lainnya akan mensucikan badan
serta membersihkan diri seseorang dari dosa-dosanya setelah mati.
c. M.
Dhs. III. 66
Mantratastu
samrddhani kulanyalpa dhananyapi, kulisamkhyam ca gacchanti karsanti ca
mahadyasah.
Artinya
:
Keluarga
yang kaya akan pengetahuan Weda, Walaupun hartanya sedikit mereka tergolong
diantara orang-orang besar dan terkenal.
d. M.
Dhs. XI. 57.
Brahmajjnata
wedaninda kauta saksyam suhridwadah, garhitanadyayorjagdhih surapana samani
sat.
e. M.
Dhs. XI. 246.
Wedadhyaso
‘nwaham saktya mahayajnakriya ksama, nasayantyasu papni mahapataka janyapi.
Artinya
:
Mempelajari
Weda setiap harinya, melakukan panca maha yadnya sesuai menurut kemampuannya,
sabar dalam menderita, semuanya itu cepat atau lambat akan melenyapkan semua
dosa-dosanya walaupun dosa besar sekalipun.
PETUNJUK
PENGGUNAAN WEDA
Disamping
itu ada pula petunjuk yang menjadi dasar hukum pena fisiran mantra bila tidak
jelas dan kemudian dapat pula dijadikan dasar hukum untuk bentukkan Parisada,
sebagai lembaga agama Hindu.
1. M.
Dhs. XII. 108.
Anamnatesu dhamesu katham syaditi
ced bhawet, yam cista brahmana bruyuh sadharmah syadacamkitah.
Artinya
:
Kalau
ditanya bagamana hukumnya sedangkan ketentuan itu belum dijumpai secara khusus
maka para sista (ahli) dalam bidang itu akan menetapkannya sebagai ketentuan
yang mempunyai ketentuan hukum.
2. M.
Dhs. XII. 109.
Dharmenadhigatoyaistu
wedah saparibrmhanah, tesista brahmana jneyah sruti praptyaksahetawah.
Artinya
:
Para Brahmana yang tergolong sista
menurut Weda, adalah merekan yang mempelajari Weda lengkap dengan
bagian-bagiannya dan dapat membuktikan pandangannya dari segi Sruti.
3. M.
Dhs. XII. 110.
Dasawara wa parisadyam dharma
parikalpayet, tryawara wa pi wrttasrha tam dharma na wicalayet.
Artinya
:
Apapun juga bentuk Parisada itu
jumlah anggotanya sekurang-kurangnya terdiri dari sepuluh orang atau tiga orang
yan sesuai menurut fungsi jabatannya : keputusannya dinyatakan sah dan
mempunyai kekuatan sah yang tidak boleh dibantah.
4. M.
Dhs. XII. 111.
Traiwidyohaitukastarkamairuktodharma
patnakah trayascasraminahpurwe parisat syad dasawara.
Artinya
:
Tiga orang ahli dibidang Weda,
seorang ahli dibidang lokika, seorang ahli dibidang Mimamsa, seorang ahli
dibidang Nirukta, seorang ahli didalam pengucapan mantra, dan tiga orang dari
jenis golongan pertama merupakan anggota Parisada ahli yang terdiri atas 10
anggota.
5. M.
Dhs. XII. 112
Rg Weda widyajurwicca samaweda
widewaca, trywara parisajjneyadharma samsaryanirnaye.
Artinya
:
Seorang yang ahli dibidang Rg Weda,
seorang yang mengerti yajur weda, dan seorang yang mengerti samaweda dinyatakan
merupakan tiga anggota majelis Parsada yang mempunyai wewenang dalam memutuskan
bila perumusan hukum Hindu itu diragukan.
Inilah
yang harus dihanyati dan dipegang sebagai pedoman didalam mengkaji segala
permasalahan hukum dan ajaran agama. Akan lebih sulit lagi kalau sampai didalam
pelaksanaan ajaran agama itu tidak dapat perumusan-perumusan yang tegas
sehingga tidaklah mudah bagi seseorang menentukan mana yang besar dan sah
menurut ajaran Hindu.
APPENDIX
1. BUKU BACAAN
1. A
Histori of Indian Literature
(Dr.
M. Winternitz, Ph. D.)
University
of Calcuta, 1959.
2. A.
History of The Samskrta literature.
(V.
Varadaerati, M.A.)
Ram
Narain Lal, Allahabad, 1952.
3. Hindu
Samskaras, a scio – religious study of the Hindu Sacraments.
(Dr.
R. B. Pandey)
Vikrama
Publication, Banaras (1949).
4. Hymns
of the Rg. Veda.
(Ch.
Manning)
Susil
Gupta Ltd. (1952)
5. The
call of Vedas
(Dr.
AC. Bose).
6. The
sacred Book of the East.
(G.
Buhler)
7. Manawadharmacastra.
(G.
Pudja, M.A. dan Tjok. Rai Suddharta M.A)
8. A
Vedic Reader for students
(A.A.
Macdonell, M.A. Ph. D.)
Offord
University Press. (1956)
9. The
Thisteen Principal Upanisads.
(Dr. R.E. Hume).
Offord
University Press. 1954.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar