YOGA
II
Aplikasi Ajaran Yoga
Dalam
Kehidupan Sehari – Hari
Dosen
Pengampu: I Ketut Sumardana, S.Pd.H
Oleh
:
Gede Ari Krisna Putra
NIM.
10.
1.1.1.1 3874
PAH
B
/ V
FAKULTAS
DHARMA ACARYA
INSTITUT
HINDU DHARMA NEGERI
DENPASAR
2012
I. PENDAHULUAN
1.1.
Pengertian Yoga
Kata yoga
berasal dari bahasa Sanskerta “yuj”,
yaitu menghubungkan atau hubungan, yakni hubungan yang harmoni dengan objek
yoga. Maharsi Patanjali dalam kitabnya, Yogasutra
(I:2) mendefinisikan yoga: “yogas citta
vrtti nirodhah”, yang artinya, mengendalikan gerak-gerik pikiran, atau cara
untuk mengendalikan tingkah-polah pikiran yang cendrung liar, bias, dan lekat
terpesona oleh aneka ragam objek (yang dikhayalkan) memberi nikmat.
Oleh karena itu, kini kita mulai menyadari
bahwa mengendalikan pikiran adalah hal yang terpenting. Mengendalikan dalam
konteks yoga lebih berarti “amuter tutur
pinahayu” membalik kesadaran secara benar (Kanwa X:1). Artinya kesadaran
yang sebelumnya cendrung mengarah keluar dan suka berada diluar diri adalah
kesadaran yang lebih cenderung terjebak, karena seringkali didasari oleh
pengetahuan yang keliru. Maksudnya pikiran hendaknya diusahakan berdasar atas
pengetahuan yang benar. Biar seimbang dan tidak cendrung lupa diri,
sewaktu-waktu dalam waktu yang tepat kita perlu meluangkan waktu untuk membalik
pikiran, yakni diarahkan kedalam diri dengan cara:
1. Duduk mantap dalam diam terpejam,
2. Dengan nafas halus alami,
3. Lalu secara rileks menarik pikiran (indra)
agar lepas sebentar dari aneka ragam objek nikmatnya diluar,
4. Terus diarahkan kembali pulang kanda, kedalam
diri,
5. Terus dibiasakan terkonsentrasi menembus
lapis-lapis diri menuju pada satu titik pusat meditasi (misal pada salah satu
cakra, simpul batin),
6. Disitu lalu ditenangkan, dimurnikan, dan
dikontemplasikan dalam renungan mendalam,
7. Dan bila berhasil mencapai puncak permenungan
mendalam itu, maka terseraplah dalam kelenyapan dalam itu, kebahagiaan sejati.
Kata
Sang Rsi, ia yang “ulah apageh” tekun
berusaha dan mantap, seperti itulah yang disebut-sebut sebagai orang yang
berhasil dalam yoga, mendapat pencerahan yang membahagiakan. Cirinya ia punya siddhi dan taksu daya bathin dan karisma. Laras dengan itu Mpu Kanwa
melukiskan pengalaman yoga Arjuna setelah ia berhasil dalam perjuangan
bathinnya memurnikan indra dan emosinya menjadi daya budi dan daya rasa. Disitu
Mpu Kanwa mengisyaratkan kepada kita bahwa, yoga adalah jalan kesucian untuk
menemukan-memahami-dan mengalami kemanunggalan dengan Yang Suci. Mpu Kanwa
tegas dan dengan berulang-ulang mengatakan caranya, mareka mendekati itu,
mendekati berarti berusaha menjadi (sahrdaya)
sehati. Jika itu Suci, maka kita haruslah berusaha menjadikan diri suci. Jika
itu Kebahagiaan, maka kita haruslah berusaha membahagiakan diri. Jika itu
Pengetahuan, maka kita haruslah berpengetahuan. Jika itu Kebajikan, maka kita
haruslah berbuat bajik.
Demikian disarankan, jadi kita harus
tapa-bratha berusaha keras dan
disiplin mendekatkan diri kepada Tuhan. Mendekat sampai mampu
mengidentifikasikan diri seidentik mungkin dengan itu “Tuhan Sang Pujaan Hati”.
Adapun yang dimaksud ‘Itu tampak nyata’ adalah hasil yoga, yakni Siddha ‘berhasil’:
1. Menemui
itu,
2. Memikirkan
itu, demikian selalu,
3. Maka
bila tiba waktunya, sang yogin berhak dan mendapat manunggal dengan itu.
Itu
adalah Siva, Sang Hakekat Semesta, Sang Sumber
Pengetahuan-Kebajikan-Kebahagiaan Sejati. Simpul kata, yoga adalah jalan untuk
mulat sarira ‘merefleksi diri, intropeksi diri’ yang menyebabkan orang tahu
diri. Disebut juga sebagai jalan panyupatan ‘ruwatan’ yang dapat menjadikan
orang suci lahir dan bathin. Suci berarti sahrdaya,
yakni sehati dalam Tuhan Yang Mahasuci.
1.2. Tujuan Yoga
Tujuan riil (jangka pendek) orang
belajar yoga adalah agar menjadi manusia rahayu, sehat dan bahagia lahir
bathin, tidak sakit-sakitan, terhindar dari penderitaan. Agar menjadi manusia
sadar, dapat melaksanakan tugas hidup sebagaimana mestinya.
Sedangkan tujuan ideal (jangka
panjang), seperti telah disebutkan diatas adalah agar mendapat pengalaman religius,
yakni mengetahui-memahami-dan mengalami kemanunggalan dengan Sang Jati Diri,
manunggalnya atman ‘roh individu’
dengan Atman atau Brahman ‘Roh Semesta, Tuhan’. Akan tetapi bagi, pengagum daya
magis, siddhi ‘kekuatan supranatural’ itulah dijadikan tujuan utamanya, maka ia
melaksanakan yoga yang khas.
1.3. Etika Yoga (Yama - Nyama
Brata)
Untuk dapat ekagra laLu mencapai nirudha,
orang pertama-tama dianjurkan untuk mentaati brata yoga, yang disebut yama
dan niyama brata. Yama adalah pengekangan diri yang mesti
senantiasa dilaksanakan. Sedangkan niyama
brata adalah janji diri yang dapat dipandang sebagai pengokoh yama. Niyama dapat dilaksanakan secara tidak tetap tergantung situasi dan
kondisi.
A.
Yama Brata, 5 jenis disiplin utama
yang disebut mahavrata ‘janji agung’;
“ahima satasteya brahmacaryaparigraha
yamah” (yogasutra. II:30). Artinya:
1. Ahimsa, yaitu
tidak bersikap atau berlaku kasar kepada sesama pun kepada makhluk lain, baik
melalui pikiran, ucapan, maupun tindakan.
2. Satya, yaitu
bersikap dan berprilaku bajik, benar pada pikiran, setia pada ucapan, dan jujur
pada perbuatan.
3. Asteya, yaitu
tidak mencuri.
4. Brahmacarya,
yaitu bersikap dan berlaku terkendali, mengendalikan nafsu asmara.
5. Aparigraha,
yaitu hidup sederhana atau tidak serakah.
B.
Niyama Brata, 5 disiplin penunjang untuk mengukuhkan yama brata; ”sauca santosa tapah
svadyayesvara pranindhanani niyamah” (yogasutra,
II:3). Artinya:
1. Sauca, yaitu
berusaha menjaga kebersihan dan kesucian diri, baik lahir maupun batin.
2. Santosa,
yaitu berusaha menjaga kestabilan emosi, agar selalu tenang, arif, dan
damai dalam menghadapi suatu masalah.
3. Tapa, yaitu
berusaha untuk tahan uji, melenyapkan ketidak sempurnaan diri dengan melakukan tapa, yang berpegang teguh pada dharma.
4. Swagdyaya,
yaitu berusaha belajar mandiri dan tekun mempelajari kitab suci.
5. Isvarapranidhana,
yaitu berusaha selalu memusatkan pikiran dan bhakti kepada Isvara ‘Tuhan’.
1.4.
Astangga Yoga
Astangga Yoga adalah
delapan tahapan yoga. Kedelapan tahapan yoga ini satu dengan yang lainnya
saling terkait. Mengabaikan salah satu komponen penting tahapan ini berarti
menghancurkan sistem yoga dan itu berarti gagal. Dalam lontar adalah delapan
tahapan yoga. Kedelapan tahapan yoga ini satu dengan yang lainnya saling
terkait. Mengabaikan salah satu komponen penting tahapan ini berarti
menghancurkan sistem yoga dan itu berarti gagal. Dalam lontar Tattwa Jnana disebut prayogasandhi. Delapan tahapan yoga itu
adalah:
1. Yama, dasar moral yoga yang telah
dijelaskan tadi didepan.
2. Nyama, dasar moral yoga yang sudah
dijelaskan juga tadi didepan.
3. Asana, sikap duduk benar dan sempurna
menurut sistem yoga (Zoetmulder 1995:67). Asana
dapat dikelompokkan 3 posisi, yaitu: (1) duduk, (2) berdiri terbalik, (3)
terlentang.
4. Pranayama, latihan pernafasan
(Zoetmulder, 1995:847), tujuan utamanya adalah agar tidak ada gangguan
pernafasan dan dapat bernafas dengan lega dan alami melalui hidung yang
diselaraskan dengan asana. Pranayama dapat dikelompokkan menjadi 3,
yaitu: (1) puraka (menarik nafas),
(2) khumbaka (menahan nafas), (3) recaka (mengeluarkan nafas).
5. Prathahara, penarikan (Zoetmulder,
1995:856). Menarik indra dari objek kesukaannya,karena setiap indra mempunyai
kesenangan sendiri-sendiri yang kemudian diarahkan kedalam diri.
6. Dharana, tindakan memegang, membawa,
menguasai, dan memiliki (Zoetmulder, 1995:196). Maharsi Patanjali mengajarkan 3
cara dharana, yaitu: (1) menguasai
indra-indra agar tetap terkonsentrasi pada satu objek saja, tetap dibawah
pengawasan manah (pikiran), (2) menentramkan
gerak-gerik pikiran dengan watak lemah lembut, ceria, penuh kasih sayang dan
tenang baik dalam keadaan duka maupun suka, (3) mengkonsentrasikan indra
tersebut pada nafas yang keluar masuk tubuh (Yogasutra, I:32-25).
7. Dhyana, berarti meditasi, refleksi, atau
pemusatan pikiran (Zoetmulder, 1995:245), disebut juga kontemplasi atau
renungan mendalam. Patanjali menjelaskan “tatra
pratyaikatanata dhyanam” artinya, “arus pikiran terkonsentrasi tak
putus-putusnya pada objek renungan”.
8. Samadhi, kata ini berasal dari urat kata
sam dan dhi. Sam artinya kumpulan persamaan, gundukan, timbunan, sedangkan Dhi artinya pikiran, ide-ide, atau budi.
Secara etimologis Samadhi berarti
pemusatan atau kumpulan pemikiran yang ditujukan kepada satu objek tertentu, dalam
konteks yoga objek sasarannya adalah Tuhan Yang Maha Esa (Jendra, 1994:14).
Renungan mendalam itu sesungguhnya adalah Samadhi. Orang yang merenung (pemikir),
aktivitas merenungnya (pemikirannya), dan yang direnungkan (objek yang
dipikirkan). Maharsi Patanjali (yogasutra, I:17-18) menyatakan ada 2 jenis Samadhi, yaitu:
1). Samprajnata
Samadhi, disebut juga sabija atau
savikalpa samadhi, yakni keadaan
supra sadar yang lebih rendah, karena masih ada benih kesadaran atau sisa kesan
yang dirasakan.
2). Asamprajnata
Samadhi atau nirbija atau nirvikalpa samadhi, adalah keadaan supra
sadar yang transenden, yakni tidak menyadari lagi keadaan puncak yang
dicapainya, ia mencapai kelepasan total, ia mencapai Sunya.
II.
PEMBAHASAN
2.1
Aplikasi Ajaran Yoga Dalam Kehidupan Sehari – hari
Ada banyak jalan untuk mencapai
kebenaran tertinggi. Jalan yang berbeda-beda itu tampakanya memiliki tujuan
yang sama yaitu sebuah penyatuan tertinggi antara Atman dengan Brahman. Kita
lahir berulang kali untuk meningkatakan perkembangan evolusi jiwa. Dan
masing-masing dari kita berada pada tingkat pemahaman yang berbeda-beda. Karena
itu tiap orang disiapkan untuk tingkat pengetahuan spiritual yanag berbeda
pula. Semua jalan rohani yang ada di dunia ini penting karena ada orang-orang
yang membutuhkan ajarannya. Penganut suatu jalan rohani dapat saja tidak
memiliki pemahaman lengkap tentang sabda Tuhan dan tidak akan pernah selama
masih berada dalam jalan rohani tersebut.
Jalan
rohani itu merupakan sebuah batu loncatan untuk pengetahuan yang lebih lanjut.
Setiap jalan rohani memenuhi kebutuhan rohani yang mungkin tidak dapat dipenuhi
oleh jalan rohani yang lain. Tidak satupun jalan rohani yang memenuhi kebutuhan
semua orang di segala tingkat. Saat satu individu masih tingkat pemahamannya
tentang Tuhan dan perkembangan dalam dirinya, dia mungkin merasa tidak
terpenuhi oleh pengajaran jalan rohani sebelumnya dan mencari jalan rohani yang
lain untuk mengisi kekosongannya. Bila hal itu terjadi, maka orang tersebut
telah meraih tingkat pemahaman yang lain dan akan merindukan kebenaran serta
pengetahuan yang lebih luas, dan kemungkinan lain untuk tumbuh.
Dengan demikian kita tidak berhak
untuk mencerca jalan rohani yang lain. Semua berharga dan penting di mata-Nya.
Ada pemenuhan sabda Tuhan, akan tetapi kebanyakan oaring tidak meperolehnya di
sini untuk bisa meraih kebenaran, kita perlu mendengarkan roh dan melepas ego
kita. Dan Yoga sebagai salah satu jalan yang bersifat universal adalah salah
satu jalan rohani dengan tahapan-tahapan yang disesuaikan dengan kemapuan spiritual
seseorang.
Berikut
aplikasi yoga dalam kehidupan sehari – hari :
2.1.1 Melakukan Persembahyangan
Sembahyang
adalah merupakan ajaran Bhakti – Yoga, dimana Bhakti Yoga adalah jalan bagi
pengabdian diri, pemujaan, dan penyerahan diri kepada Tuhan. Para pemuja dalam
jalan ini memuja Tuhan dalam berbagai bentuk yang ia punyai. Jalan ini adalah
penyadaran yang sesuai dengan orang-orang yang terberkahi dengan pikiran yang
emosional. Para pemuja dalam jalan ini secara inisial memilih salah satu Dewa
(Ista-Dewa), yang sesuai temperamen dirinya, untuk mewujudkan tujuan spiritual.
Tujuan dari jalan spiritual adalah melebur ego dari seorang individu melalui
pengabdian dan penyerahan diri pada keinginan Tuhan (Pandit, 2005:73).
Bhakti merupakan kasih sayang yang
mendalam kepada Tuhan. Mereka yang mencintai Tuhan tak memiliki keinginan
ataupun kesedihan, ia tak pernah membenci mahluk atau benda apapun dan tak
pernah tertarik dengan objek-objek duniawi, ia merangkul semuanya dalam dekapan
hangat kasih sayangnya (Sivanandha, 2003:135).
Sembahyang dapat memelihara kesehatan
seseorang. Dengan melakukan Asana atau sikap duduk Padmasana, dimana tulang
punggung, leher dan kepala harus tegak lurus (tidak membungkuk), kemudian
dengan Pranayama (pengaturan nafas) dengan sikap batin yang hening, tenang dan
suci, akan menjadikan tubuh seseorang semakin sehat. (Suhardana, 2004:3-4).
2.1.2 Menghormati Orang Tua / Guru
Paramahamsa
Yogananda (dlm Autobiography of a yogi) menguraikan bahwa jika dalam sehari
saja kita dapat membahagiakan, mematuhi dan menghormati Orang Tua dan Guru
hanya dengan menghormati dan menyayangi orang tua, kita sudah dianggap berlatih
yoga selama delapan jam secara intensif di bawah bimbingan Guru sejati serta
dianggap telah melakukan perjalanan evolusi yang seharusnya
ditempuh secara alami selama seribu tahun.
Melalui Bhakti Sang Yogi memperoleh kedekatan hubungan dengan Tuhan sebagai
pribadi kosmik tertinggi (Para Brahman) Yoga belumlah sempurna tanpa Bhakti,
sehingga sering dikatakan bahwa Bhakti merupakan puncak dari segala yoga.
2.1.3
Ahimsa / Tidak Menyakiti
Dalam
buku yang berjudul Disiplin dan Sadhaana
Spiritual. Kegiatan tersebut merupakan ajaran yoga dimana tidak membunuh
merupakan ajaran daripada Ahimsa. Ahimsa merupakan bagian dari pada astangga
yoga, Ahimsa merupakan tahap awal untuk mengendalikan diri. Jika tahap awal ini
gagal dicapai maka sulit atau tidak bisa untuk mencapai tahap yang lebih tinggi
yaitu Samadhi.
“Engkau tidak boleh menggunakan tubuh yang diberikan
Tuhan untuk membunuh makhluk Tuhan, apakah mereka manusia, binatang atau
apapun.” (Yajur Veda Samhita 12.32)
Yang di maksud tidak menyakiti makhluk lain yaitu tidak
membunuh binatang sembarangan, kita harus mengasihi makhluk tersebut. Ini
termasuk kedalam Ahimsa salah satu ajaran yoga. Walaupun ahimsa secara umum
berarti sebagai kebajikan dari pendeta Budha dan jainisme, akarnya tumbuh dalam
Veda dan Upanisad yang subur yang merupakan kitab Hindu yang utama.
Ahimsa mengajarkan bahwa seseorang harus menganggap semua
makhluk hidup adalah perlambang dari Tuhan dan sehingga seseorang itu tidak
boleh melukai pikiran, dengan kata-kata atau perbuatan mahluk lainnya.
2.1.4 Membantu Orang Tua / Bekerja
Tanpa Mengharap Imbalan (Pamrih)
Menurut
buku Hinduisme sebuah pengantar dalam buku tersebut dijelaskan mengenai Bhakti.
Bhakti dalam artian adalah berbhakti kepada orang tua dengan membantu kedua
orang tua disaat kesulitan dengan tidak mempersulit keadaaan. Dengan jalan Bhakti
seseorang akan mudah mencapai kehidupannya.
Kegiatan di atas
termasuk kedalam ajaran Karma Yoga. Karma Yoga adalah jalan kegiatan yaitu
jalan pelayanan tanpa pamrih, yang membawa pencapaian Tuhan melalui kerja tanpa
pamrih. Yoga ini merupakan penolakan akan buah dari perbuatan. Karma Yoga
mengajarkan ke pada kita bagaimana bekerja demi untuk kerja itu sendiri yaitu
tak terikat. Dan bagaimana mempergunakan sebagian besar tenaga kita untuk
keuntungan yang terbaik. Motto dari seorang Karma-Yogin adalah “Kewajiban demi
untuk kewajiban itu sendiri”. Bagi seorang Karma-Yogin, kerja adalah pemujaan. Setiap
orang hendaknya melakukan kewajiban sesuai dengan Warna dan asramanya
masing-masing golongan sosial serta tahapan dalam kehidupannya. Tak ada
manfaatnya meninggalkan pekerjaannya sendiri dan condong melakukan pekerjaan
orang lain. (Sivanandha, 2003:133-134).
2.1.5
Konsentrasi Dalam Suatu Kegiatan
Tindakan
memegang, membawa, menguasai, dan memiliki (Zoetmulder, 1995:196). Maharsi
Patanjali mengajarkan 3 cara dharana,
yaitu: (1) menguasai indra-indra agar tetap terkonsentrasi pada satu objek
saja, tetap dibawah pengawasan manah
(pikiran), (2) menentramkan gerak-gerik pikiran dengan watak lemah lembut,
ceria, penuh kasih sayang dan tenang baik dalam keadaan duka maupun suka, (3)
mengkonsentrasikan indra tersebut pada nafas yang keluar masuk tubuh (Yogasutra, I:32-25).
Dharana yang merupakan pengkonsentrasian pikiran terhadap
suatu objek. Tanpa kosentrasi, kita tidak dapat memiliki suatu keberhasilan
dalam jalan kehidupan. Pada seorang manusia duniawi, pancaran pikiran berpencar
kesegala arah, melompat-lompat seperti seekor kera. Sekali saja Pratyahara
telah dapat dilakukan, pikiran kemudian diarahkan kepada objek konsentrasi.
Objek tersebut dapat berupa gambaran dari Dewa, sebuah mantra, nafas seseorang
atau bagian tubuh, atau hal yang lain. (Pandit, 2005:82).
2.1.6
Berjapa Yoga dan Gayatri Sadhana
Japa Yoga dijelaskan tentang mantra dapat mengubah
sifat kita menjadikan lebih halus, lembut dan lebih tenang. Japa adalah pelafalan
mental atau diam mengingat sebuah mantra yang perlahan-lahan membangkitkan
getaran energi dalam ruang atau medan pikiran. Selain itu didalam Gayatri
Sadhana dijelaskan pelaksanaan meditasi Gayatri dapat menghancurkan segala
karma dan dosa dan dengan pemurnian hati serta pikiran, ia membukakan
penglihatan ketiga guna pencerahan; dengan mantramu manusia dapat hidup lama
atau berumur panjang dengan kesehatan yang prima, bersinar laksana cahaya dan
membantu umat manusia dalam mempercepat evolusinya.hal tersebut disebutkan
dalam buku yang berjudul Japa
Yoga dan Gayatri Sadhana.
2.1.7
Merenung / Pemusatan Pikiran
Ini
termasuk kedalam ajaran Dhyana, berarti meditasi, refleksi, atau
pemusatan pikiran (Zoetmulder, 1995:245), disebut juga kontemplasi atau renungan
mendalam. Patanjali menjelaskan “tatra
pratyaikatanata dhyanam” artinya, “arus pikiran terkonsentrasi tak
putus-putusnya pada objek renungan” (Yogasutra, III:2). Seperti halnya air
sungai yang menuju laut, demikian pulalah hendaknya renungan itu terpusat pada
Isvara “Tuhan” (Sukayasa dkk, 2006:27-28)
Renungan mendalam itu
sesungguhnya adalah Samadhi. Orang yang merenung (pemikir),
aktivitas merenungnya (pemikirannya), dan yang direnungkan (objek yang
dipikirkan). Maharsi Patanjali (yogasutra, I:17-18) menyatakan ada 2 jenis Samadhi, yaitu:
1). Samprajnata
Samadhi, disebut juga sabija atau
savikalpa samadhi, yakni keadaan
supra sadar yang lebih rendah, karena masih ada benih kesadaran atau sisa kesan
yang dirasakan.
2). Asamprajnata
Samadhi atau nirbija atau nirvikalpa samadhi, adalah keadaan supra
sadar yang transenden, yakni tidak menyadari lagi keadaan puncak yang
dicapainya, ia mencapai kelepasan total, ia mencapai Sunya.
DAFTAR
PUSTAKA
Pandit, Bansi. 2005. Pemikiran Hindu (Pokok-Pokok Pikiran Agama
Hindu dan Filsafatnya). Surabaya : Paramita
Nada Maja, I Made, dkk. 2010. Etika Hindu. Surabaya : Paramita
Rudia Adiputra, Gede. 2003. Pengatahuan Dasar Agama Hindu. Jakarta :
Pustaka Mitra Jaya
Suka Yasa, I Wayan, dkk. 2006. Yoga (Marga Rahayu). Denpasar : Widya
Dharma
Sivanandha, Sri Swami. 2003. Intisari Ajaran Hindu. Surabaya :
Paramita
Suhardana, K.M. 2004. Pedoman Sembahyang Umat Hindu. Surabaya
: Paramita
Sivanandha,
Sri Swami. 1998. Japa Yoga. Surabaya
: Paramita.
Maswinara,
I Wayan. 1997. Gayatri Sadhana (Maha
Mantra Menurut Weda). Surabaya : Paramita.
www.google.com. 2012 (10:00)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar