TUGAS PSIKOLOGI
II
PENDEKATAN DALAM PEMBELAJARAN
Dosen
Pengampu : I Ketut Pasek Gunawan, S.Pd.H
NAMA : Gede Ari Krisna Putra
NIM : 10.1.1.1.1.3874
KELAS : PAH
/ III / B
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA
FAKULTAS DHARMA ACARYA
INSTITUT HINDU DHARMA NEGERI
DENPASAR
2011
KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR
“Om
Swastiastu”
Puja dan puji syukur saya panjatkan kehadapan Ida Sang
Hyang Widhi Wasa, karena atas asung kerta wara nugraha-Nya saya dapat membuat
makalah ini yang berjudul Pendekatan Dalam Pembelajaran yang
selesai dengan baik dan tepat waktu. Saya menyusun makalah ini yaitu untuk
memenuhi tugas Mata Kuliah Psikologi Pendidikan II. Dalam
penyusunan makalah ini saya ucapan terima kasih kepada Bapak I
Ketut Pasek Gunawan, S.Pd.H selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah Psikologi
Pendidikan II karena atas bimbingannya saya bisa menyusun makalah ini. Saya
menyadari makalah yang saya susun ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan
serta masih jauh dari sempurna, maka dari itu saya harapkan kritik dan saran
yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
“Om Santih, Santih, Santih Om”
Singaraja, Desember 2011
Penyusun
|
DAFTAR ISI
Hal
COVER
KATA
PENGANTAR.......................................................................................... i
DAFTAR
ISI........................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..................................................................... .... 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................ .... 2
1.3 Tujuan Penulisan.................................................................. .... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengorganisasian Siswa............................................................ 3
2.2 Macam – Macam Pendekatan Pembelajaran............................. 5
2.2.1 Pendekatan Pembelajaran Secara Individu..................... 5
2.2.2 Pendekatan Pembelajaran Secara Kelompok................... 9
2.2.3 Pendekatan Pembelajaran Secara Klasikal...................... 13
2.2.4 Pendekatan Pembelajaran Secara Kontekstual................ 14
2.2.5 Pendekatan Pembelajaran Secara Konstruktivisme......... 16
2.2.6 Pendekatan Pembelajaran Secara Deduktif..................... 17
2.2.7 Pendekatan Pembelajaran Secara Induktif...................... 18
2.2.8 Pendekatan Pembelajaran Secara Konsep....................... 18
2.2.9 Pendekatan Pembelajaran Secara Proses......................... 20
2.2.10 Pendekatan Pembelajaran Secara Sains,
Teknologi
Dan
Masyarakat............................................................ 20
BAB III PENUTUP
3.1 Simpulan............................................................................... .... 21
3.2 Saran .... 21
DAFTAR
PUSTAKA
|
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Peningkatan
kualitas sumber daya manusia di Indonesia terus diupayakan dan dikembangkan
seiring dengan perkembangan jaman yang semakin global. Peningkatan sumber daya
manusia ini juga berpengaruh terhadap dunia pendidikan. Pendidikan yang
merupakan ujung tombak dalam pengembangan sumber daya manusia harus bisa
berperan aktif dalam meningkatkan kualitas dan juga kuantitas. Upaya
pengembangan pendidikan tersebut harus sesuai dengan proses pengajaran yang
tepat agar anak didik dapat menerima pelajaran dengan baik. Proses pengajaran
akan lebih hidup dan menjalin kerjasama diantara siswa, maka proses
pembelajaran dengan paradigma lama harus diubah dengan paradigma baru yang
dapat meningkatkan kreativitas siswa dalam berpikir, arah pembelajaran yang
lebih kompleks tidak hanya satu arah sehingga proses belajar mengajar akan
dapat meningkatkan kerjasama diantara siswa dengan guru dan siswa dengan siswa,
maka dengan demikian siswa yang kurang akan dibantu oleh siswa yang lebih
pintar sehingga proses pembelajaran lebih hidup dan hasilnya lebih baik.
Dalam
kegiatan pembelajaran tidak terlepas dari berbagai variabel pokok yang saling
berkaitan yaitu kurikulum, guru/pendidik, pembelajaran, peserta. Dimana semua
komponen ini bertujuan untuk kepentingan peserta. Berdasarkan hal tersebut
pendidik dituntut harus mampu menggunakan berbagai pendekatan pembelajaran agar
peserta didik dapat melakukan kegiatan belajar dengan menyenangkan. Hal ini
dilatar belakangi bahwa peserta didik bukan hanya sebagai objek tetapi juga
merupakan subjek dalam pembelajaran. Peserta didik harus disiapkan sejak awal
untuk mampu bersosialisasi dengan lingkungannya sehingga berbagai jenis
pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan oleh pendidik.
Berdasarkan pandangan diatas, maka permasalahan yang muncul adalah bagaimana upaya guru untuk meningkatkan hasil balajar siswa dengan pendekatan yang tepat. Salah satu solusinya yaitu dengan mengembangkan suatu pendekatan pembelajaran yang membuat siswa lebih senang dan lebih termotivasi untuk belajar. Beberapa pendekatan pembelajaran yang dianggap efisien adalah pendekatan pembelajaran komunikatif, pendekatan pembelajaran kontekstual, dan pendekatan pembelajaran humanistik.
Berdasarkan pandangan diatas, maka permasalahan yang muncul adalah bagaimana upaya guru untuk meningkatkan hasil balajar siswa dengan pendekatan yang tepat. Salah satu solusinya yaitu dengan mengembangkan suatu pendekatan pembelajaran yang membuat siswa lebih senang dan lebih termotivasi untuk belajar. Beberapa pendekatan pembelajaran yang dianggap efisien adalah pendekatan pembelajaran komunikatif, pendekatan pembelajaran kontekstual, dan pendekatan pembelajaran humanistik.
1.2 Rumusan
Masalah
Adapun
rumusan masalah yang dibahas dalam pembuatan makalah ini diantaranya :
1.2.1 Bagaimana Pengorganisasian Siswa?
1.2.2 Apa saja macam-macam pendekatan pembelajaran?
1.3 Tujuan
Penulisan
Tujuan dari pembuatan makalah ini
adalah :
1.3.1 Untuk mengetahui teknis pengorganisasian
siswa.
1.3.2 Untuk mengetahui macam-macam pendekatan
pembelajaran.
BAB
II
PEMBAHASAN
Perilaku
belajar dapat ditemukan di sembarang tempat. Informasi lewat radio, televisi,
surat kabar, dll mudah di dapat. Dalam kegiatan belajar mengajar guru
dihadapkan pada siswa. Siswa yang dihadapi oleh guru rata-rata satu kelas yang
terdiri dari 40 orang. Kemungkinan dapat terjadi seorang guru menghadapi
sejumlah ratusan siswa. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya keterampilan
mengorganisasi siswa agar belajar. Guru juga menghadapi bahan pengetahuan yang
berasal dari buku teks, dari kehidupan, sumber informasi lain, atau kenyataan
di sekitar sekolah. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya keterampilan mengolah
pesan. Pembelajaran juga berarti meningkatkan kemampuan-kemampuan kognitif,
afektif, dan keterampilan siswa. Kemampuan-kemampuan tersebut diperkembangkan
bersama dengan pemerolehan pengalaman-pengalaman belajar sesuatu. Pemerolehan
pengalaman-pengaaman tersebut merupakan suatu proses yang berlaku secara
deduktif, atau induktif, atau proses yang lain. Dengan menghadapi sejumlah
pebelajar, berbagai pesan yang terkandung dalam bahan ajar, peningkatan
kemampuan pebelajar, dan proses pemerolehan pengalaman, maka setiap guru
memerlukan pengetahuan tentang pendekatan pembelajaran. Suatu prasyarat untuk
dapat membelajarkan adalah bahwa seorang pembelajar (guru) sudah pernah
bertindak belajar itu sendiri.
2.1 Pengorganisasian
Siswa
Guru
kelas satu SMP membagi buku bacaan merata ke semua siswa di kelasnya. Siswa
diminta membaca dalam hati selama 5 menit. Topik yang dibaca tentang Gunung
Kelud meletus. Kemudian siswa diberi tugas berikut, (i) tiap siswa mencatat
kata-kata sulit yang ditemukan dibacaan, (ii) tiap siswa diminta mengemukakan
peristiwa Gunung Kelud meletus dengan kalimat sendiri. Setelah selesai catatan
“kata-kata sulit” dikumpulkan guru. Setelah tiap siswa mengemukakan hasil
tugas, guru memperbaiki ‘tanggapan isi bacaan” dan kalimat-kalimat siswa.
Kemudian guru SMP kelas satu tersebut menulis delapan judul karangan di papan
tulis. Tiap siswa diminta memilih satu di antara delapan buah judul karangan.
Kemudian, siswa menulis karangan selama tiga puluh lima menit. Guru berkeliling
kelas, membantu siswa yang memperoleh kesukaran dalam menulis karangan. Setelah
selesai, karangan siswa dikumpulkan oleh guru. Guru memeriksa karangan, dan
membubuhkan komentar yang memberanikan siswa mengungkapkan buah pikirannya.
Keesokan harinya, guru membagikan karangan siswa kembali. Siswa diberi
kesempatan untuk menanyakan tata cara menulis karangan. Guru juga menjelaskan
kata-kata yang sulit ditemukan dalam bacaan. Di samping itu guru menunjukkan
kamus bahasa Indonesia, dan menjelaskan bagaimana menggunakan kamus.
Guru
kelas dua SMP membagi siswa di kelasnya menjadi delapan kelompok. Tiap kelompok
terdiri dari lima orang siswa. Guru memberikan sebuah bejana, sebuah tabung
yang terbuka kedua ujungnya dan sebuah garpu tala kepada tiap kelompok. Tiap
kelompok diberi tugas sama tentang resonansi udara. Pada tiap kelompok siswa
mempunyai tugas tertentu. Seorang siswa mengisi bejana dengan air. Seorang
siswa lain memegang tabung terbuka, memasukkan, dan mengangkat tabung tersebut
dalam bejana air. Seorang siswa memegang dan mendengarkan garpu tala. Dua siswa
yang lain bertindak mengobservasi dan membuat catatan kelompok. Pada saat
tabung terbuka di angkat atau di masukkan ke dalam bejana, garpu tala tersebut
dibunyikan. Pengukur mengukur dan mencatat panjang tabung di atas permukaan
air. Guru berkeliling kelompok, member komentar dan memperbaiki cara kerja
kelompok melakukan percobaan resonansi. Tiap kelompok diminta menarik
kesimpulan. Ada kelompok yang menyimpulkan bahwa bunyi makin keras terdengar,
bila panjang tabung di atas air semakin panjang. Ada kelompok yang menyimpulkan
bahwa bunyi makin lemah terdengar, bila panjang tabung di atas air semakin
pendek. Ada kelompok yang memberi ukuran panjang tabung di atas air secara
rinci seperti 15cm, 20cm, 25cm, dan 30cm, tetapi ragu-ragu tentang keras atau
lemahnya bunyi garpu tala. Setelah kelompok selesai melakukan percobaan,
kemudian guru membimbing diskusi antar-kelompok berkenaan dengan hasil
percobaan. Dari diskusi antar-kelompok diperoleh kesimpulan sebagai berikut.
Bunyi makin keras terdengar, bila panjang tabung di atas permukaan air semakin
panjang. Sebaliknya, bunyi makin lemah terdengar, bila panjang tabung di atas
air semakin pendek.
Guru
kelas satu SMA menerangkan perang Diponegoro. Ia meletakkan peta peperangan
Diponegoro di papan tulis. Beberapa foto dan lukisan yang berhubungan dengan
perang Diponegoro tersedia. Peta Jawa, Sulawesi , dan Indonesia tersedia.
Tiruan terjemahan perjanjian dengan Belanda tersedia. Guru menjelaskan situasi
sebelum perang, sebab-sebab terjadinya perang, watak tokoh-tokoh, jalannya
peperangan, dan berakhirnya perang. Segala media dan sumber belajar digunakan.
Siswa memperoleh kesempatan melihat foto, gambar, dan membaca tiruan terjemahan
dokumen sehubungan dengan perang Diponegoro. Siswa diberi kesempatan bertanya
sebanyak-sebanyaknya. Guru menjelaskan secara rinci berkenaan dengan perang
beserta akibat perang. Guru bertindak sebagai penceramah tunggal, tetapi siswa
diberi peran belajar aktif. Pada akhir pelajaraqn guru membuat ikhtisar dan
melakukan Tanya jawab. Dalam Tanya jawab tersebut guru berusaha memperoleh
kesan umum tentang perolehan hasil belajar siswa selama jam pelajaran. Sebagai
penutu, guru mengharapkan agar siswa mempelajari bahan tersebut lebih lanjut.
Ketiga
lukisan perilaku mengajar tersebut menggambarkan pengorganisasian siswa
belajar. Guru kelas satu SMP memerankan pembelajaran individual. Guru kelas dua
SMP memerankan pembelajaran kelas kelompok. Guru kelas satu SMA memerankan
pembelajaran kelas. Ketiga pembelajaran tersebut memiliki tujuan, prinsip, dan
tekanan utama yang berbeda-beda.
2.2 Macam-Macam
Pendekatan Pembelajaran
2.2.1 Pendekatan Pembelajaran secara Individual
Pembelajaran
secara individual adalah kegiatan mengajar guru yang menitik beratkan pada
bantuan dan bimbingan belajar kepada masing-masing individu. Bantuan dan
bimbingan belajar kepada individu juga ditemukan pada pembelajaran klasikal,
tetapi prinsipnya berbeda. Pada pembelajaran individual, guru memberi bantuan
kepada masing-masing pribadi. Sedangkan pada pembelajaran klasikal, guru memberi
bantuan secara umum. Sebagai ilustrasi, bantuan guru kelas tiga kepada siswa
yang membaca dalam hati dan menulis karangan adalah pembelajaran individual.
Pada membaca dalam hati secara individual siswa menemukan kesukaran
sendiri-sendiri. ciri-ciri yang menonjol pada pembelajaran individual dapat
ditinjau dari segi tujuan pengajaran, siswa sebagai subjek yang belajar, guru
sebagai pembelajar, program pembelajaran, serta orientasi dan tekanan utama dalam
peaksanaan pembelajaran.
1. Tujuan Pengajaran pada Pembelajaran secara Individual
Perilaku
belajar mengajar di sekolah yang menganut system klasikal tampak serupa. Dalam
kelas tampak siswa yang rata-rata berjumlah 40 an orang. Guru membantu siswa yang
menghadapi kesukaran. Adapun tujuan pembelajaran yang menonjol adalah :
1) Pemberian
kesempatan dan keleluasaan siswa untuk belajar berdasarkan kemampuan sendiri;
dalam pengajaran klasikal guru menggunakan ukuran kemampuan rata-rata kelas.
Dalam pengajaran individual awal pelajaran adalah kemampuan tiap individual,
sedangkan pada pengajaran klasikal awal pelajaran berdasarkan kemampuan
rata-rata kelas. Siswa menyesuaikan diri dengan kemampuan rata-rata kelas.
2) Pengembangan
kemampuan tiap individu secara optimal. Tiap individu memiliki paket belajar
sendiri-sendiri, yang sesuai dengan tujuan belajarnya secara individual juga.
2. Peran
Siswa dalam Pembelajaran secara Individual
Kedudukan
siswa dalam pembelajaran individual bersifat sentral. Pebelajar merupakan pusat
layanan pengajaran. Berbeda dengan pengajaran klasikal, maka siswa memiliki
keleluasaan berupa:
1) keleluasaan
belajar berdasarkan kemampuan sendiri,
2) kebebasan
menggunakan waktu belajar, dalam hal ini siswa bertanggung jawab atas semua
kegiatan yang dilakukannya,
3) keleluasaan
dalam mengontrol kegiatan, kecepatan, dan intensitas belajar, dalam rangka
mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan,
4) siswa
melakukan penilaian sendiri atas hasil belajar,
5) siswa
dapat mengetahui kemampuan dan hasil belajar sendiri, serta
6) siswa
memiliki kesempatan untuk menyusun program belajarnya sendiri.
Keenam jenis kedudukan siswa
tersebut berakibat pada adanya perbedaan tanggung jawab belajar mengajar. Pada
pembelajaran klaskal, tanggung jawab guru dalam membelajarkan siswa cukup
besar. Pada pembelajaran secara individual, tanggung jawab siswa untuk belajar
sendiri sangat besar. Pebelajar bertanggung jawab penuh untuk belajar sendiri.
Timbul soal berikut ; apakah siswa telah memiliki rasa tanggung jawab untuk
belajar sendiri? hal ini terkait dengan perkembangan emansipasi diri siswa.
Meskipun demikian pada tempatnya sejak usia pendidikan dasar (6;0-15;0) siswa
dididik untuk memiliki rasa tanggung jawab dalam beajar sendiri (Monks, Knoers,
Siti Rahayu Haditono, 1989).
3. Peran
Guru dalam Pembelajaran secara Individual
Kedudukan
guru dalam pembelajaran individual bersifat membantu. Bantuan guru berkenaan
dengan komponen pembelajaran berupa :
1) perencanaan
kegiatan belajar,
2) pengorganisasian
kegiatan belajar,
3) penciptaan
pendekatan terbuka antara guru dan siswa, dan
4) fasilitas
yang mempermudah belajar.
Dalam pengajaran klasikal pada
umumnya peranan guru dalam merencanakan kegiatan pembelajaran sangat besar. Hal
ini tidak terjadi dalam pembelajaran individual. Perenan guru dalam
merencanakan kegiatan belajar sebagai berikut :
1) membantu
merencanakan kegiatan belajar siswa; dengan musyawarah guru membantu siswa
menetapkan tujuan belajar, membuat program belajar sesuai kemampuan siswa,
2) membicarakan
pelaksanaan belajar, mengemukakan criteria keberhasilan belajar, menentukan
waktu dan kondisi belajar,
3) berperan
sebagai penasihat atau pembimbing, dan
4) membantu
siswa dalam penilaian hasil belajar dan kemajuan sendiri. sebagai ilustrasi,
guru membantu memilih program belajar dengan suatu modul. (Tjipto Utomo &
Kees, Ruijter, 1990: 69-83.)
Peranan guru dalam pengorganisasian
kegiatan belajar adalah mengatur dan memonitor kegiatan belajar sejak awal
sampai akhir. Peranan guru sebagai berikut:
1) memberikan
orientasi umum sehubungan dengan belajar topik tertentu,
2) membuat
variasi kegiatan belajar agar tidak terjadi kebosanan,
3) mengkoordinasikan
kegiatan dengan memperhatikan kemajuan, materi, media, dan sumber,
4) membagi
perhatian pada sejumlah pebelajar, menurut tugas dan kebutuhan pebelajar,
5) memberikan
balikan terhadap setiap pebelajar, dan
6) mengakhiri
kegiatan belajar dalam suatu unjuk hasil belajar berupa laporan atau pameran
hasil kerja; unjuk kerja hasil belajar tersebut umumnya diakhiri dengan
evaluasi kemajuan belajar.
Peranan guru dalam penciptaan
hubungan terbuka dengan siswa bertujuan menimbulkan perasaan bebas dalam
belajar.
4. Program
Pembelajaran dalam Pembelajaran Individual
Program
pembelajaran individual merupakan usaha memperbaiki kelemahan pengajaran
klasikal. Dari segi kebutuhan pebelajar, program pembelajaran individual lebih
efektif, sebab siswa belajar sesuai dengan programnya sendiri. Dari segi guru,
yang terkait dengan jumlah pebelajar, tampnk kurang efisien. Jumlah siswa
sebesar empat puluh orang mem inta perhatian besarguru, dan hal itu akan
melelahkan guru. Dari segi usia perkembangan pebelajar, maka program pembelajaran
individual cocok bagi siswa SLTP ke atas. Hal ini disebabkan oleh:
1) umumnya
siswa sudah dapat membaca dengan baik,
2) siswa
mudah memahami petunjuk atau perintah dengan baik, dan
3) siswa
dapat bekerja mandiri dan bekerja sama dengan baik.
Dari segi bidang studi, maka tidak
semua bidang studi cocok untuk diprogramkan secara indr idual. Bidang studi
yang dapat diprogramkan secara individual adalah pengajaran bahasa, matematika,
IPA, dan IPS bagi bahan ajaran tertentu. Bagi bidang studi musik, kesenian, dan
olah raga yang bersifat perorangan, juga cocok untuk program pembelajaran
individual.
Program
pembelajaran individual dapat dilaksanakan secara efektif, bila mempertimbangkan
hal-hal berikut;
1) disesuaikan
dengan kebutuhan dan kemampuan siswa.
2) tujuan
pembelajaran dibuat dan dimengerti oleh siswa,
3) prosedur
dan cara kerja dimengerti oleh siswa,
4) kriteria
keberhasilan dimengerti oleh siswa, dan
5) keterlibatan
guru dalam evaluasi dimengerti siswa.
5. Orientasi
dan Tekanan Utama Pelaksanaan
Program
pembelajaran individual berorientasi pada pemberian bantuan kepada se:iap siswa
agar ia dapat belajar secara mandiri. Kemandirian belajar tersebut merupakan
tuntutan perkembangan individu. Dalam menciptakan pembelajaran individual,
rencana guru berbeda dengan pengajaran klasikal. Dalam pelaksanaan guru
berperan sebagai fasilitator, pembimbing, pendiagnosis kesukaran belajar, dan
rekan diskusi. Guru berperan sebagai guru pendidik, bukan instruktur.
2.2.2 Pendekatan Pembelajaran Secara Kelompok
Dalam
kegiatan belajar-mengajar di kelas adakalanya guru membentuk kelompok kecil.
Kelompok tersebut umumnya terdiri dari 3-8 orang siswa. Dalam pembelajaran
kelompok kecil, guru memberikan bantuan atau bimbingan kepada tiap anggota
kelompok lebih intensif. Hal ini dapat terjadi, sebab hubungan antarguru-siswa
menjadi lebih sehat dan akrab, siswa memperoleh bantuan, kesempatan sesuai
dengan kebutuhan, kemampuan, dan minat, dan juga siswa dilibatkan dalam
penentuan tujuan belajar, cara belajar, kriteria keberhasilan. Ciri-ciri yang
menonjol pada pembelajaran secara kelompok dapat ditinjau dari segi tujuan
pengajaran, pebelajar, guru sebagai
pembelajar, program pembelajaran, dan orientasi dan tekanan utama pelaksanaan
pembelajaran. Uraian selanjutnya di bawah ini.
1. Tujuan
Pengajaran pada Kelompok Kecil
Pembelajaran kelompok kecil
merupakan perbaikan dari kelemahan pengajaran klasikal. Adapun tujuan
pengajaran pada pembelajaran kelompok kecil adalah :
1) memberi
kesempatan kepada setiap siswa untuk mengembangkan kemampuan memecahkan masalah
secara rasional,
2) mengembangkan
sikap sosial dan semangat bergotong-royong dalam kehidupan,
3) mendinamiskan
kegiatan kelompok dalam belajar sehingga tiap anggota mcrasa diri sebagai
bagian kelompok yang bertanggung jawab, dan
4) mengembangkan
kemampuan kepemimpinan-keteipimpinan pada tiap anggota kelompok dalam pemecahan
masalah kelompok. Sebagai ilustrasi, lomba karya tulis ilmiah kelompok di SMA
menimbulkan kerja sama tim, dan sekaligus kompetisi sehat antar-kelompok (Joyce,
Bruce & Weil, Marsha, 1980).
2. Peran
Siswa dalam Pembelajaran Kelompok Kecil
Siswa
dalam kelompok kecil adalah anggota kelompok yang belajar untuk memecahkan
masalah kelompok. Kelompok kecil merupakan satuan kerja yang kompak dan
kohesif. Ciri-ciri kelompok kecil yang menonjol sebagai berikut:
1) tiap
siswa merasa sadar diri sebagai anggota kelompok,
2) tiap
siswa merasa diri memiliki tujuan bersama berupa tujuan kelompok,
3) memiliki
rasa saling membutuhkan dan saling tergantung,
4) ada
interaksi dari komunikasi antaranggota, serta
5) ada
tindakan bersama sebagai perwujudan tanggung jawab kelompok.
Dari segi individu, keanggotaan siswa dalam kelompok kecil merupakan pemenuhan kebutuhan berasosiasi. Tiap siswa dalam kelompok kecil menyadari bahwa kehadiran kelompok diakui bila kelompok berhasil memecahkan tugas yang dibebankan. Dalam hal ' ini timbullah rasa bangga dan rasa "memiliki" kelompok pada tiap anggota kelompok. Siswa berbagi tugas, tetapi merasa satu dalam semangat kerja.
Dari segi individu, keanggotaan siswa dalam kelompok kecil merupakan pemenuhan kebutuhan berasosiasi. Tiap siswa dalam kelompok kecil menyadari bahwa kehadiran kelompok diakui bila kelompok berhasil memecahkan tugas yang dibebankan. Dalam hal ' ini timbullah rasa bangga dan rasa "memiliki" kelompok pada tiap anggota kelompok. Siswa berbagi tugas, tetapi merasa satu dalam semangat kerja.
Siswa
dalam kelompok kecil berperan serta dalam tugas-tugas kelompok. Agar kelompok
kecil berperan konstruktif dan produktif, diharapkan
1) anggota
kelompok sadar diri menjadi anggota kelompok; dalam hal ini tindakan individual
selalu diperhitungkan sebagai anggota kelompok,
2) siswa
sebagai anggota kelompok memiliki rasa tanggung jawab,
3) tiap
anggota kelompok membina hubungan akrab yang mendorong timbulnya semangat tim,
dan
4) kelompok
mewujud dalam satuan kerja yang kohesif.
Berkelompok memang merupakan
kebutuhan individu sebagai makhluk sosial. Meskipun demikian bertugas dalam
suatu kelompok memang harus dididikkan. Dalam berkelompok, maka siswa dididik
mewujudkan cita kemanusiaan secara objektif dan benar. Sebagai ilustrasi, regu
bola voli SMP akan berjuang memenang-kan kejuaraan lomba voli, sejak tingkat
kelas, sekolah SMP sekota, seprovinsi, sampai tingkat nasional. (Schein, 1991 :
205-209.)
3.
Peran Guru dalam Pembelajaran Kelompok
Pembelajaran
kelompok bermaksud menimbulkan dinamika kelompok agar kualitas belajar
meningkat. Dalam pembelajaran kelompok jumlah siswa yang bemiutu diharapkan
menjadi lebih banyak. Bila perhatian guru dalam pembelajaran individual tertuju
pada tiap individu, maka perhatian guru dalam pembelajaran kelompok tertuju
pada semangat kelompok dalair memecahkan masalah. Anggota kelompok yang
"berkemampuan tinggi" dijadikan motor penggerak pemecah masalah
kelompok. Peranan guru dalam pembelajaran kelompok terdiri dari:
1) pembentukan
kelompok,
2) perencanaan
tugas kelompok,
3) pelaksanaan,
dan
4) evaluasi
hasil belajar kelompok.
Pembentukan kelompok kecil merupakan
kunci keberhasilan belajar kelompok. Tidak ada pedoman khusus tentang
pembentukan kelompok yang jelas. Meskipun demikian ada hal yang patut
dipenimbangkan. Pertimbangan pembentukan adalah:
1) tujuan
yang akan diperoleh siswa dalam berkelompok; sebagai ilustrasi untuk
meningkatkan kualitas hasil belajar, pcmbinaan disiplin kerja beregu,
peningkatan kecepatan dan ketepatan kerja, latihan bergotong-royong,
2) latar
belakang pengalaman siswa, dan
3) minat
atau pusat perhatian siswa.
Dalam kerangka pencapaian tujuan
pendidikan, maka guru dapat merekayasa kelompok kecil sebagai alat mendidik
tiap anggota kelompok. Perencanaan tugas kelompok perlu disiapkan oleh guru.
Bila di kelas ada delapan kelompok kecil misalnya, maka perlu direncanakan 4-8
tugas. Tugas kelompok dapat paralel atau komplementer. Tugas paralel berarti
semua kelompok bertugas yang sama. Sedangkan tugas komplementer berarti
kelompok saling melengkapi pcmecahan masalah. Jika guru menghendaki tugas
komplementer berarti hams membual beberapa satuan rencana pengajaran. Penyiapan
tempat kerja, alat, dan sumber belajar, maupun jadwal penyelenggaraan tugas
juga harus direncanakan. Dalam perencanaan tugas kelompok tersebut siswa
sebaiknya diikutsertakan.
Dalam pelaksanaan mengajar, guru dapat berperan sebagai berikut;
Dalam pelaksanaan mengajar, guru dapat berperan sebagai berikut;
1) pemberi
informasi umum tentang proses belajar kelompok; guru memberi informasi lentang
tujuan belajar, tata kerja, kriteria keberhasilan belajar, dan evaluasi,
2) setelah
kelompok memahami tugasnya, maka kelompok melaksanakan tugas. Guru bertindak
sebagai fasilitator. pembimbing, dan pengendali ketertiban kerja,
3) pada
akhir pelajaran, tiap kelompok melaporkan hasil kerja, dan
4) guru
melakukan evaluasi tentang proses kerja kelompok sebagai satuan, hasil kerja,
perilaku dan tata kerja, dan membandingkan dengan kelompok lain.
Dalam
evaluasi pada tempatnya siswa juga diikutsertakan. Sebagai ilustrasi kelas satu
SMP belajar tentang topik "koperasi angkutan kota" di kota A. Guru
menginformasikan bahwa anggota koperasi angkutan tersebut terdiri dari pcmilik
kcndaraan dan sopir angkutan. Kelas dibagi menjadi lima kelompok belajar,
sesuai dengan hal yang diurusi koperasi. Hal-hal yang diurusi adalah
kesejahteraan anggota, pemeliharaan kendaraan, jaringan angkutan, pendidikan
anggota, dan lainnya. Tiap siswa dalam kelompok mempelajari hal tertentu. Siswa
mempelajari topik tersebut selama empat minggu belajar. Pada minggu kelima
diadakan laporan hasil kerja kelompok dan diskusi kelas. Guru, kelompok, dan
anggota kelompok melakukan evaluasi hasil kerja kelompok.
Program pembelajaran kelompok memberikan tekanan utama pada peningkatan kemampuan individu sebagai anggota kelompok. Kelas yang berisi empat puluhan siswa adalah kelompok besar. Bagi guru, perhatian terhadap empat puluhan siswa dalam waktu serempak bukanlah mudah. Pembelajaran kelompok kecil merupakan strategi pembelajaran "antara" untuk memperhatikan individu. Pembelajaran kelompok dapat ditempuh guru dengan jalan:
Program pembelajaran kelompok memberikan tekanan utama pada peningkatan kemampuan individu sebagai anggota kelompok. Kelas yang berisi empat puluhan siswa adalah kelompok besar. Bagi guru, perhatian terhadap empat puluhan siswa dalam waktu serempak bukanlah mudah. Pembelajaran kelompok kecil merupakan strategi pembelajaran "antara" untuk memperhatikan individu. Pembelajaran kelompok dapat ditempuh guru dengan jalan:
1) membagi
kelas ke dalam beberapa kelompok kecil; sebagai ilustrasi empat puluh siswa
dibagi dalam delapan kelompok kecil, atau
2) membagi
kelas dengan memberi kesempatan untuk belajar perorangan dan berkelompok kecil;
dalam hal ini guru perlu mencegah terjadinya perilaku siswa sebagai parasit
belajar, dan ketakmampuan kerja kelompok.
Pada pembelajaran kelompok,
orientasi dan tekanan ufama pelaksanaan adalah peningkatan kemampuan kerja
kelompok. Kerja kelompok berarti belajar kepemimpinan dan keterpimpipan. Kedua
keterampilan tersebut, memimpin dan terpimpin, periu dipelajari oleh tiap
siswa. Dalam masyarakat modem keterampilan memimpin dan terpimpin diperlukan
dalam kehidupan.
2.2.3 Pendekatan
Pembelajaran Secara Klasikal
Pembelajaran
klasikal merupakan kemampuan guru yang utama.. Hal itu disebabkan oleh
pengajaran klasikal merupakan kegiatan mengajar yang tergolong efisien. Secara
ekonomis, pembiayaan kelas lebih murah. Oleh karena itu adajumlah minimum siswa
dalam kelas. Jumlah siswa tiap kelas pada umumnya berkisar dari 10 - 45 orang. Dengan
Jumlah tersebut seorang guru masih dapat membelajarkan siswa secara bertiasil.
Pembelajaran kelas berarti melaksanakan dua kegiatan sekaligus, yaitu
pengelolaan kelas dan pengelolaan pembelajaran. Pengelolaan kelas adalah
penciptaan kondisi yang memungkinkan terselenggaranya kegiatan belajar dengan
baik. Dalam pengelolaan kelas dapat terjadi masalah yang bersumber dari kondisi
tempat belajar dan siswa yang teriibat dalam belajar. Kondisi tempat belajar
yang berupa ruangan yang kotor, papan tulis rusak, meja-kursi rusak misalnya,
dapat mengganggu belajar. Sedangkan masalah siswa dapat berupa masalah
individual atau kelompok. Gangguan belajar di kelas dapat berasal dari seorang
siswa atau sekelompok siswa. Sudah tentu, guru dituntut berketerampilan mengatasi
gangguan belajar dari siswa. Dalam hal ini, guru dapat mcnggunakan
teknik-teknik penguatan agar ketertiban belajar terwujud.
Pengelolaan
pembelajaran bertujuan mencapai tujuan belajar. Peran guru dalam pembelajaran
secara individual dan kelompok kecil berlaku dalam pembelajaran secara
klasikal. Tekanan utama pembelajaran adalah seluruh anggota kelas. Di samping
penyusunan desain instniksional yang dibuat, maka pembelajaran kelas dapat
dilakukan dengan tindakan sebagai berikut:
1. penciptaan
tertib belajar di kelas,
2. penciptaan
suasana senang dalam belajar,
3. pemusatan
perhatian pada bahan ajar, dan
4. mengikutsertakan
siswa belajar aktif,
5. pengorganisasian
belajar sesuai dengan kondisi siswa.
Dalam pembelajaran kelas, guru dapat
mengajar seorang diri atau bertindak sebagai tim pembelajar. Bila guru menjadi
tim pembelajar, maka asas tim pembelajar harus dipatuhi. Tim pembelajar perlu
menyusun desain pembelajaran kelas secara baik.
2.2.4 Pendekatan Pembelajaran Secara Konstektual
Pendekatan
Kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep
belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan
situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai
anggota keluarga dan masyarakat (US Departement of Education, 2001). Dalam
konteks ini siswa perlu mengerti apa makna belajar, manfaatnya, dalam status
apa mereka dan bagaimana mencapainya. Dengan ini siswa akan menyadari bahwa apa
yang mereka pelajari berguna sebagai hidupnya nanti. Sehingga, akan membuat
mereka memposisikan sebagai diri sendiri yang memerlukan suatu bekal yang
bermanfaat untuk hidupnya nanti dan siswa akan berusaha untuk menggapinya
Pendekatan
konstektual merupakan pendekatan yang membantu guru mengaitkan antara materi
yang diajarkanya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.pendekatan kontekstual
sendiri dilakukan dengan melibatkan komponen komponen pembelajaran yang efektif
yaitu konstruktivisme, bertanya, menemukan, masyarakat belajar, pemodelan,
refleksi, penilaian sebenarnya.
Dalam
pengajaran kontekstual memungkinkan terjadinya lima (5) bentuk belajar yang
penting, yaitu :
1. Mengaitkan
adalah
strategi yang paling hebat dan merupakan inti konstruktivisme. Guru menggunakan
strategi ini ketia ia mengkaitkan konsep baru dengan sesuatu yang sudah dikenal
siswa. Jadi dengan demikian, mengaitkan apa yang sudah diketahui siswa dengan
informasi baru.
2. Mengalami
merupakan
inti belajar kontekstual dimana mengaitkan berarti menghubungkan informasi baru
dengan pengelaman maupun pengetahui sebelumnya. Belajar dapat terjadi lebih
cepat ketika siswa dapat memanipulasi peralatan dan bahan serta melakukan
bentuk-bentuk penelitian yang aktif.
3. Menerapkan
siswa
menerapkan suatu konsep ketika ia malakukan kegiatan pemecahan masalah. Guru
dapet memotivasi siswa dengan memberikam latihan yang realistic dan relevan.
4. Kerjasama
siswa yang
bekerja secara individu sering tidak membantu kemajuan yang signifikan.
Sebaliknya, siswa yang bekerja secara kelompok sering dapat mengatasi masalah
yang komplek dengan sedikit bantuan. Pengalaman kerjasama tidak hanya membanti
siswa mempelajari bahan ajar, tetapi konsisten dengan dunia nyata.
5. Mentransfer
peran guru
membuat bermacam-macam pengelaman belajar dengan fokus pada pemahaman bukan
hapalan.
2.2.5 Pendekatan Pembelajaran Secara Konstruktivisme
Pendekatan konstruktivisme merupakan
pendekatan dalam pembelajaran yang lebih menekankan pada tingkat kreatifitas
siswa dalam menyalurkan ide-ide baru yang dapat diperlukan bagi pengembangan
diri siswa yang didasarkan pada pengetahuan. Pada dasarnya pendekatan
konstruktivisme sangat penting dalam peningkatan dan pengembangan pengetahuan
yang dimiliki oleh siswa berupa keterampilan dasar yang dapat diperlukan dalam
pengembangan diri siswa baik dalam lingkungan sekolah maupun dalam lingkungan
masyarakat. Dalam pendekatan konstruktivisme ini peran guru hanya sebagai
pembibimbing dan pengajar dalam kegiatan pembelajaran.
Oleh
karena itu, guru lebih mengutamakan keaktifan siswa dan memberikan kesempatan kepada
siswa untuk menyalurkan ide-ide baru yang sesuai dengan materi yang disajikan
unutk meningkatkan kemampuan siswa secara pribadi. Jadi pendekatan
konstruktivisme merupakan pembelajaran yang lebih mengutamakan pengalaman
langsung dan keterlibatan siswa dalam kegiatan pembelajaran. Secara umum yang
disebut konstruktivisme menekankan kontribusi seseorang pembelajar dalam
memberikan arti, serta belajar sesuatu melalui aktivitas individu dan sosial.
Tidak ada satupun teori belajar tentang konstruktivisme, namun terdapat
beberapa pendekatan konstruktivis, misalnya pendekatan yang khusus dalam
pendidikan matematik dan sains. Beberapa pemikir konstruktivis seperti Vigotsky
menekankan berbagi dan konstruksi sosial dalam pembentukan pengetahuan
(konstruktivisme sosial); sedangkan yang lain seperti Piaget melihat konstruksi
individu lah yang utama (konstruktivisme individu).
1. Konstrukstivisme
Individu
Para
psikolog konstruktivis yang tertarik dengan pengetahuan individu, kepercayaan,
konsep diri atau identitas adalah mereka yang biasa disebut konstruktivis
individual. Riset mereka berusaha mengungkap sisi dalam psikologi manusia dan
bagaimana seseorang membentuk struktur emosional atau kognitif dan strateginya.
2. Konstruktivisme
social
Berbeda
dengan Piaget, Vygotsky percaya bahwa pengetahuan dibentuk secara sosial, yaitu
terhadap apa yang masing-masing partisipan kontribusikan dan buat secara
bersama-sama. Sehingga perkembangan pengetahuan yang dihasilkan akan
berbeda-beda dalam konteks budaya yang berbeda. Interaksi sosial, alat-alat
budaya, dan aktivitasnya membentuk perkembangan dan kemampuan belajar
individual.
3. Ciri-ciri pendekatan konstruktivisme
1) Dengan
adanya pendekatan konstruktivisme, pengembangan pengetahuan bagi peserta didik
dapat dilakukan oleh siswa itu sendiri melalui kegiatan penelitian atau
pengamatan langsung sehingga siswa dapat menyalurkan ide-ide baru sesuai dengan
pengalaman dengan menemukan fakta yang sesuai dengan kajian teori.
2) Antara
pengetahuan-pengetahuan yang ada harus ada keterkaitan dengan pengalaman yang
ada dalam diri siswa.
3) Setiap siswa mempunyai peranan penting
dalam menentukan apa yang mereka pelajari.
4) Peran guru hanya sebagai pembimbing dengan
menyediakan materi atau konsep apa yang akan dipelajari serta memberikan
peluang kepada siswa untuk menganalisis sesuai dengan materi yang dipelajari
2.2.6 Pendekatan Pembelajaran Secara Deduktif
Pendekatan
deduktif (deductive approach) adalah pendekatan yang menggunakan logika
untuk menarik satu atau lebih kesimpulan (conclusion) berdasarkan
seperangkat premis yang diberikan. Dalam sistem deduktif yang kompleks,
peneliti dapat menarik lebih dari satu kesimpulan. Metode deduktif sering
digambarkan sebagai pengambilan kesimpulan dari sesuatu yang umum kesesuatu yang
khusus. Pendekatan deduktif merupakan proses penalaran yang bermula dari
keadaan umum ke keadaan khusus sebagai pendekatan pengajaran yang bermula
dengan menyajikan aturan, prinsip umum dan diikuti dengan contoh contoh khusus
atau penerapan aturan, prinsip umum ke dalam keadaan khusus.
2.2.7 Pendekatan Pembelajaran Secara Induktif
Pendekatan
induktif menekanan pada pengamatan dahulu, lalu menarik kesimpulan berdasarkan
pengamatan tersebut. Metode ini sering disebut sebagai sebuah pendekatan
pengambilan kesimpulan dari khusus menjadi umum.
Pendekatan induktif merupakan proses
penalaran yang bermula dari keadaan khusus menuju keadaan umum. APB
Statement No. 4 adalah contoh dari penelitian induksi, Statement ini
adalah suatu usaha APB untuk membangun sebuah teori akuntansi. Generally
Accepted Accounting Principles (GAAP) yang dijelaskan di dalam pernyataan (statement)
dibangun berdasarkan observasi dari praktek yang ada.
Perbedaan Pendekatan Deduktif dan Induktif : Teori normatif (normative theory)
menggunakan pertimbangan nilai (value judgement) yang berisi satu atau
lebih premis menjelaskan cara yang seharusnya ditempuh. Sebagai contoh, premis
yang menyatakan bahwa laporan akuntansi (accounting reports) seharusnya
didasarkan kepada pengukuran nilai aset bersih yang bisa direalisasi (net
realizable value measurements of assets) merupakan premis dari teori
normatif. Sebaliknya, teori deskriptif (descriptive theory) berupaya
untuk menemukan hubungan yang sebenarnya terjadi.
2.2.8 Pendekatan Pembelajaran Secara Konsep
Pendekatan
konsep adalah pendekatan yang mengarahkan peserta didik meguasai konsep secara
benar dengan tujuan agar tidak terjadi kesalahan konsep (miskonsepsi).
Konsep adalah klasifikasi perangsang yang memiliki ciri-ciri tertentu yang
sama. Konsep merupakan struktur mental yang diperoleh dari pengamatan dan
pengalaman. Pendekatan Konsep merupakan suatu pendekatan pengajaran yang secara
langsung menyajikan konsep tanpa memberi kesempatan kepada siswa untuk
menghayati bagaimana konsep itu diperoleh.
Ciri-ciri suatu konsep adalah:
1. Konsep
memiliki gejala-gejala tertentu
2. Konsep
diperoleh melalui pengamatan dan pengalaman langsung
3. Konsep
berbeda dalam isi dan luasnya
4. Konsep yang
diperoleh berguna untuk menafsirkan pengalaman-pengalarnan
5. Konsep
yang benar membentuk pengertian
6. Setiap konsep berbeda dengan melihat ‘ciri-ciri tertentu
Kondisi-kondisi yang dipertimbangkan
dalam kegiatan belajar mengajar dengan pendekatan konsep adalah:
1. Menanti
kesiapan belajar, kematangan berpikir sesuai denaan unsur lingkungan.
2. Mengetengahkan
konsep dasar dengan persepsi yang benar yang mudah dimengerti.
3. Memperkenalkan
konsep yang spesifik dari pengalaman yang spesifik pula sampai konsep yang
komplek.
4. Penjelasan
perlahan-lahan dari yang konkret sampai ke yang abstrak.
Langkah-langkah mengajar dengan
pendekatan konsep melalui 3 tahap yaitu,
1) Tahap
enaktik
Tahap
enaktik dimulai dari: Pengenalan benda konkret, menghubungkan dengan pengalaman
lama atau berupa pengalaman baru, pengamatan, penafsiran tentang benda baru.
2) Tahap
simbolik
Tahap
simbolik siperkenalkan dengan: simbol, lambang, kode, seperti angka, huruf.
kode, seperti (?=,/) dll, membandingkan antara contoh dan non-contoh untuk
menangkap apakah siswa cukup mengerti akan ciri-cirinya, memberi
nama, dan istilah serta defenisi.
3) Tahap
ikonik
Tahap
ini adalah tahap penguasaan konsep secara abstrak, seperti: menyebut nama,
istilah, defmisi, apakah siswa sudah mampu mengatakannya.
2.2.9 Pendekatan Pembelajaran Secara Proses
Pendekatan
proses merupakan pendekatan pengajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa
untuk menghayati proses penemuan atau penyusunan suatu konsep sebagai suatu keterampilan
proses. Pendekatan proses adalah pendekatan yang berorientasi pada
proses bukan hasil. Pada pendekatan ini peserta didik diharapkan benar-benar
menguasai proses. Pendekatan ini penting untuk melatih daya pikir atau
mengembangkan kemampuan berpikir dan melatih psikomotor peserta didik. Dalam
pendekatan proses peserta didik juga harus dapat mengilustrasikan atau
memodelkan dan bahkan melakukan percobaan. Evaluasi pembelajaran yang
dinilai adalah proses yang mencakup kebenaran cara kerja, ketelitian,
keakuratan, keuletan dalam bekerrja dan sebagainya.
2.2.10
Pendekatan Pembelajaran Secara Sains, Teknologi
Dan Masyarakat
Pendekatan
Science, Technology and Society (STS) atau pendekatan Sains, Teknologi
dan Masyarakat (STM) merupakan gabungan antara pendekatan konsep,
keterampilan proses,CBSA, Inkuiri dan diskoveri serta pendekatan lingkungan.
(Susilo, 1999). Istilah Sains Teknologi Masyarakat (STM) dalam bahasa Inggris
disebut Sains Technology Society (STS), Science Technology Society and Environtment
(STSE) atau Sains Teknologi Lingkungan dan Masyarakat. Meskipun istilahnya
banyak namun sebenarnya intinya sama yaitu Environtment, yang dalam
berbagai kegiatan perlu ditonjolkan. Sains Teknologi Masyarakat (STM) merupakan
pendekatan terpadu antara sains, teknologi, dan isu yang ada di masyarakat.
Adapun tujuan dari pendekatan STM ini adalah menghasilkan peserta didik yang
cukup memiliki bekal pengetahuan, sehingga mampu mengambil keputusan
penting tentang masalah-masalah dalam masyarakat serta mengambil tindakan
sehubungan dengan keputusan yang telah diambilnya. Filosofi yang
mendasari pendekatan STM adalah pendekatan konstruktivisme, yaitu peserta didik
menyusun sendiri konsep-konsep di dalam struktur kognitifnya berdasarkan apa
yang telah mereka ketahui
BAB
III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Untuk memotivasi siswa agar lebih
senang belajar maka diperlukan pendekatan pembelajaran. Beberapa pendekatan
pembelajaran antara lain pendekatan pembelajaran individual, pendekatan
pembelajaran kelompok, dan pendekatan pembelajaran klasikal. Pendekatan
pembelajaran individual lebih menitikberatkan pada pada bantuan dan bimbingan
belajar kepada masing-masing individu. Pendekatan pembelajaran kelompok lebih
mengarahkan siswa untuk membentuk kelompok kecil dalam proses belajar mengajar.
Pendekatan pembelajaran klasikal lebih berpusat pada guru. Dengan pendekatan
pembelajaran tersebut diharapkam peserta didik dapat termotivasi untuk belajar.
3.2 Saran
Dalam
penyusunan makalah ini, saya menemukan banyak masalah dan kendala, untuk itu
kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sangat diperlukan demi
kesempurnaan penyusunan makalah ini, dimasa yang akan datang.
DAFTAR
PUSTAKA
Jensen, Eric. 2008. Brain-Based Learning. Yogyakarta: Pustaka Belajar
Syaefudin,
Udin. 2009. Inovasi Pendidikan.
Bandung: Alfabeta.
http://www.widanarto.wordpress.com
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar